Mereka berjalan bergerombol dengan sejenis mereka, tak pernah mereka hendak menoleh kebelakang jalan lurus kedepan menuju sebuah tujuan entah kemana. Semut hitam. Entah apa yang membuat mereka jika saling berhadapan dengan sesama semut hitam selalu bersapa satu sama lain, malah terlihat sedang bertukar informasi tentang sesuatu yang cuma mereka yang mengerti, dan setiap perjumpaan dan pertemuan diantara mereka diawali dan diakhiri dengan berjabat tangan. Ah manusia kenapa pula tak meniru mereka.
Semut hitam lebih senang pada segala makanan yang dimakan manusia yang rasanya manis, gula adalah favorit mereka, kata pepatah dimana ada gula disitu ada semut. Semut hitam tak suka mencari masalah, berbeda dengan semut merah yang selalu mencari masalah dengan menggigit manusia terutama, dan jika semut merah menggigit manusia maka mereka akan berakhir dengan kematian tragis, rata dengan kulit tangan manusia lewat sekali hamtam.
Semut hitam, ada yang kecil dan ada yang besar. Layaknya manusia, semut kecil tak nampak ketakutan didalam hidup mereka, mereka tak takut akan kematian saat terinjak oleh kaki manusia atau menjadi sasaran empuk buat binatang lain yang suka makan semut, mereka tetap menunjukkan ke-eksistensian mereka didepan umum. Nampaklah mereka hidup berjalan bergerombol di dinding kamar, ditempat sampah, di toilet, dan ditempat fovorit mereka dapur. Dan semut kecil jika di ambilkan contoh sebagai manusia maka mereka adalah balita menuju remaja, lihat saja istilah jaman sekarang mengenai kenakalan remaja era informatika, dimana mana selalu saja remaja yang mendominasi, di mall, di tanah lapang, di game center, dan tempat yang paling banyak yaitu ditempat hiburan. Mereka para remaja jika menurut Rhoma Irama dalam lagunya 'biasanya para remaja berpikirnya sekali saja tanpa menghiraukan akibatnya...' dan inilah samanya dengan semut hitam kecil, mereka ada dimana mana dan selalu memiliki rasa ingin tahu yang besar.
Semut hitam besar. Biasanya akan kita temuka di halaman rumah, dalam hutan, di atas gunung, dan pekuburan. Mereka lebih sering menggigit manusia, berkelahi dengan sasamanya, dan tak pernah bergerombol dengan sesamanya apalagi bertukar sapa apalagi bertemu di salah satu tempat yang banyak semut hitam besarnya. Sangat mirip mereka dengan manusia dewasa pada umumnya, anak dewasa tak pernah diam berada dalam rumah selalu berkeliaran kemana mana, ada sedikit masalah dengan sesama dewasa diakhiri dengan perkelahian, banyak juga yang senang mencari petualangan dengan naik keatas gunung untuk sebuah ketenangan,jika manusia dewasa jalan jalan bergerombol dengan sesamanya akan merasa tak nyaman karena anggapan kekanak kanakan akan mereka terima, dan manusia dewasa biasanya kelihatan angkuh dan sombong tak kenal maka tak sapa.
Andai semua manusia mau meniru cara hidup semut hitam kecil maka indahnya hidup akan sangat sayang tak nikmati apabila tak membagi rasa peduli dengan sesama walau hanya dengan tiap bertemu sapa dengan sesama manusia saling bertukar seutas senyuman, dan sangat membahagiakan apabila tak usah kenal yang penting sama sama manusia saling berjabat tangan! What a wonderful world!
Cinta akan ada dimana mana. Takkan ada rasisme, fasisme, kolonialisme, apalagi perang. Karena manusia yang tetap saja manusia, warna kulit dan kepercayaan agama takkan menggugah kita untuk saling memusuhi atau merasa jijik karena kita sama sama manusia. Menurut Max Tollenar a.k.a. Multatuli “tugas manusia untuk menjadi manusia”.
Ada dua lagi kelebihan manusia, yang membuat mereka nampak sebagai makhluk hidup paling sempurna di dunia, yaitu hati untuk perasaan dan otak untuk pikiran. Jika manusia mau tahu dan peduli bahwa tiap manusia pasti memiliki perasaan, maka takkan ada lagi rasa iri hati, sombong dan egois, semua manusia tak ingin dianggap egois dan setiap manusia tak ingin orang lain merasa iri hati pada mereka, dan sombong takkan pernah lagi ada karena semua manusia tak ingin melihat orang sombong atau orang lain menyombongkan sesuatu pada mereka. Perasaan akan lebih sensitif untuk melihat manusia lain dalam kesusahan, rasa ingin menolong akan segera merasuki alam sadar mereka untuk segera menolong, itu pasti. Toleransi, tenggang rasa, dan gotong royong yang merupakan simbol abadi rakyat Indonesia namun tak tampak pada masyarakatnya sekarang ini, mengapa? Tak tahu saya. Yang jelas jika kita ingin mengerti perasaan kita sendiri maka secara alamiah akan sama mengertinya kita pada orang lain. Walau orang lain memang memiliki watak yang berbeda beda, namun hati itu pada dasarnya tercipta untuk kebaikan.
Pikiran. Yah lagi lagi jika pikiran mampu kita gunakan dengan baik dan sungguh sungguh, apa yang takkan mungkin kita ciptakan? Kita sudah tahu mana yang harus kita lakukan, dan mana yang harus kita tinggalkan, tinggal cara penerapannya saja yang musti kita pelajari. Buku buku ilmu pengetahuan tentang apa pun ada di dunia ini, sejarah telah melahirkan para ilmuan, para seniman, dan berbagai macam orang luar biasa di dunia ini, dan semuanya ada dalam buku. Memang terkadang susah untuk mencari bukunya, namun sekarang kan sudah jaman modern, tekhnologi berkembang di segala macam bidang. Pikirkan sedikit saja jika kita ini mampu mempelajari apa saja, dan mengajarkan pada orang yang belum tahu. Rene Descartes pernah bilang “aku berfikir maka aku ada”, bagaimana mungkin manusia dikatakan ada jika tak menggunakan pikirannya! Berpikir cara untuk membahagiakan setiap manusia di dunia ini!
Apa yang tak bisa dilakukan jika kita mau belajar? Pelajari sesuatu dari diri sendiri, perasaan dan pikiran. Kemudian pelajari dunia dan mahkluk hidup yang ada di dunia, manusia dan alam yang paling utama.
Salam cinta untuk semua manusia.
Jimmy Armstrong, Purwokerto 13092010, 22:46