Wednesday, November 18, 2009

Seberkas Kata Tentang Tuhan di Mata Hati Paijo

Biru langit berbalut putihnya awan, cerah hari ini. Secangkir kopi ditangan selalu siap tuk menemani memulai hari dikala jelang pagi. Rokok lintingan kusulutkan api, kertas putih mulai kugoreskan tinta tentang hari ini apa saja yang kan terjadi. Kicau burung nuri dalam kandangnya mulai nampak tak tahan tuk segera keluar dari sarang bambu itu, hendak menulusuri tiap lekuk putih awan di langit, sekepak demi kepak sayap sang burung perlahan kan menggapai awan andai hidup burung nuri kecil ini tak disekap dalam kandang. Teringat tentang kebebasan.

Andai tiap makhluk yang bernafas dan memiliki kehidupan bisa dengan mudah merasakan kebebasan, tak ada aturan dalam bentuk apa pun, tak ada perintah mengenai kewajiban yang berujung pada pahala dan larangan yang kan berujung pada dosa. Surga dan neraka, entah apa benaran ada kedua tempat itu atau hanya sebagai akal busuk manusia yang tak sudi menerima kematian. Agama ada karena keegoisan manusia dalam mengartikan kebenaran setelah kematian. Tuhan pun bahkan ada karena over paranoid pikiran manusia dalam menanggapi kematian. Itu hanya sekedar hipotesa pikir alam imajinasi dari bongkahan kerangka otak.yang membuktikan sekiranya tiap manusia bisa berpikir walau tuk memikirkan Tuhan sekali pun. Kenali dan pikirkan bagaimana seharusnya manusia berhubungan dengan Tuhan, manusia dengan Tuhan, dan manusia dengan manusia.

Manusia dan manusia takkan berakhir kala memperbincangkan tentang Tuhan, ditambah dengan alur pikir tiap manusia dan kepekaan rasa manusia yang tentunya berbeda dari manusia satu dan lainnya. Maka itu manusia hendaknya menjadikan Tuhan dan berbagai macam dan bentuk nama dari Tuhan satu dan Tuhan yang lain sebagai milik spritual pribadi bukan untuk di gembar gemborkan ke penganut ajaran lain dengan tujuan tuk membuat mereka ikut serta di ajran yang kalian percayai. Tuhan sekiranya mengerti akan apa yang dikerjakan oleh umatnya. Dan Tuhan tak memiliki sifat yang manusiawi, dimana hidup serang manusia penuh dengan akal busuk, keegoisan, kemunafikan, keserakahan, dan rasa selalu ingin melakukan kebenaran secara berlebihan.

Ada seorang kawan yang semenjak hidupnya dihabiskan untuk menyembah Tuhan tanpa pernah mempelajari Tuhan dan ajaran agama yang dia peroleh itu dari mana, yang jelas dia dapat ajaran itu setelah menginjak bangku sekolah, dengan nama sekolah mewakili suatu ajaran agama tertentu. Nama kawanku satu ini Paijo.

Tiap harinya Paijo berangkat kesekolah dengan kitab ajaran agama yang senantiasa dibawa dalam ranselnya, namun tuk sekedar dipahami kata per kata dari kitab tersebut tak pernah dia lakukan, hanya sekedar membacanya dan kemudian menghafalkannya, dan tentunya setelah terlebih dahulu guru sekolahnya menanyakan padanya bahwa

“kepada seluruh siswa agar segera membuka kitab di halaman bla bla bla, di kitab ini musti kamu pelajari sendiri dengan baik baik dan besok sudah kamu hafalkan dengan fasih dan akan kamu demonstrasikan secara nyaring di depan kelas dihadapan teman temanmu yang lain… dan apabila salah satu dari kalian tidak mampu melakukannya dengan baik dan benar maka akan dapat hukuman bla bla bla dikarenakan kemalasan kalian untuk belajar…”.

Seketika saat mendapatkan tugas sedemikian rupa dari gurunya, Paijo yang bukannya niat dalam hati dan sanubari tuk ingin mempelajari agamanya agar bisa lebih kenal dengan kebaikan yang datang dari Tuhan mengenai cara hidup manusia yang seharusnya di muka bumi ini, malah lebih ke ketakutan berlebihan akan sesama manusia, antara guru dan murid, antara yang belajar dan yang diajar. Paijo dalam hati berkata

“baru aku tahu bahwa Tuhan itu benar benar ada dan sangat besar kekuasaannya diseluruh jagad raya ini, dan sekarang mulai kuragukan akan hal tersebut diatas bahwa sang guru sekolah sangat berkuasa akan diri saya, dan mampu membuat saya melakukan apa saja, dan ketika guru menanyakan atau menyuruh saya melakukan ini dan itu dan sebagainya, saya diwajibkan tanpa adanya jawaban lain selain mengiyakannya semua perkataannya, dikarenakan jawaban tidak kan berujung pada hukuman… dan dimana Tuhan saat saya mempelajari tentang Tuhan saat itu?”

Paijo pun dengan giat belajar tentang agama tanpa adanya bimbingan yang nyata dari guru guruna di sekolah yang namanya mewakili nama agama tertentu. Belajar tentang Tuhan seorang diri memang menyenangkan dan tak kenal kata batasan kata batin Paijo, ketimbang belajar agama dari guru. Hingga Paijo mempelajari sejarah mengenai berbagai macam pembunuhan massal terkenal di muka bumi ini yang hampir semuanya mengatas namakan ajaran agama dan nama Tuhan yang saling berbeda beda satu dan lainnya, tapi yang sama di antara kesemuanya agama itu adalah mereka mengatakan dengan lantang dan dengan ekspressi garang haus akan darah bahwa ajaran mereka yang paling benar dan nantinya akan masuk surga dan ajaran agama lain itu adalah salah dan sudah sepantasnya masuk neraka nantinya setelah kiamat datang dan tiap tetes darah ajaran agama lain akan memberikan pahala pada ajaran agama yang membunuhnya.

“betapa manusia sudah lebih hebat dari Tuhan itu sendiri menurut apa yang telah saya pelajari dari kitab. Manusia sudah mampu meramalkan kehidupan setelah kematian, dan meyakinkan dengan kobaran api panas menyalak bahwa penghuni surga dan neraka adalah ini dan itu. Dan bahwa saya pribadi tak yakin seutuhnya apakah surga dan neraka itu benar benar ada, bahkan kiamat itu sendiri hanya merupakan suatu kemerosotan alur pikir manusia yang semakin frustasi menghadai kematian…”

Paijo kemudian masuk ke bangku kuliahan yang membuat dia bisa lepas dari tekanan guru yang membabi buta memaksa dia mempelajari tentang agama yang terkadang malah sering bertolak belakang dari alur pikiran Paijo sendiri tanpa bisa dan boleh menanyakannya dan memperoleh jawaban yang lebih mampu menjernihkan pikiran Paijo.

Salah satunya waktu Paij menanyakan pada gurunya dan berujung pada di kelurkannya Paijo dari kelas dan tak boleh masuk kelas selama seminggu. Waktu pelajaran mengenai sabar dan Paijo menanyakannya beberapa pertanyaan pada gurunya

“pak guru mengapa manusia harus bersabar?”

“karna Tuhan suka pada hambanya yang sabar.”

“lantas kenapa kalau manusia tak bisa menahan kesabarannya?”

“akan di masukkan ke dalam neraka tentunya.”

“apa surga itu ada hanya untuk orang orang yang sabar?”

“benar sekali Paijo!!!”

dengan ekspressi mulai jengkel dengan pertanyaan pertanyaan lugu Paijo, pak guru mulai tak menghiraukan pertanyaan pertanyaan Paijo, padahal Paijo merasa sangat butuh untuk mengenal pelajaran yang dibawa oleh pak gurunya.

“pak….”

“cukup Paijo! Pertanyaanmu sudah ada dijelaskan dalam kitab, dan kamu tinggal membacanya, dan besoknya kamu tinggal lakukan, gampang kan!”

“tapi pak, bukannya orang sabar itu di sayang oleh Tuhan? Lantas kenapa bapak tak sedikit saja sabar menjelaskannya pada saya, yang juga masih murid bapak…” dengan ekspressi lugu anak kecil yang ingin pergi ke taman hiburan pasar malam.

Pak guru sedikit pun tak menghiraukan ucapan Paijo barusan, dan mukanya mulai memerah dikarenakan pernyataan Paijo didengarkan oleh murid murid seisi kelas, dan bahkan beberapa guru dan murid dikelas lainnya mendengarkan. Dan untuk meredamkan rasa malunya dia pun kembali meladeni rasa ingin tahu Paijo

“baiklah Paijo kalau begitu apa yang ingin kamu tanyakan?”

“begini pak, perjalanan perang manusia satu dengan lainnya yang beratas namakan agama sudah banyak menelan korba, dan saya yakin seyakin yakinnya bahwa tiap ajaran agama di muka bumi ini tak pernah menganjurkan tiap kaumnya untuk menghilangkan nyawa kaum ajaran lain. Bagaimana menurut bapak?”

“ah, tentu saja Paijo tiap agama tak pernah mengajarkan bahkan untuk membunuh sekali pun.”

“lantas apa yang terjadi di perang salib pak? Perang dunia? Semuanya mengatas namakan ajaran agama tertentu melakukan peperangan…”

“itu… mungkin dikarenakan ketamakan dan keserakahan manusia yang selalu ingin merasa paling benar…”

“lantas dimana nilai sabar itu sendiri pada diri manusia yang mengerti pengertian dari sabar? Dan apa mereka tahu bahwa orang sabar itu disayang Tuhan?”

“aku tak punya pendapat untuk pertanyaan seperti itu Paijo…”

“baik pak, kalau para musisi yang sudah jelas menyatakan bahwa mereka seorang penganut atheis namun selalu membawa pesan perdamaian untuk sesama umat manusia tanpa memandang manusia itu siapa, dan pertanyaannya adalah apakah mereka akan masuk surga atau neraka?”

“…”

“dan pula kalau orang yang berperang mengatas namakan agama akan masuk surga ketika mereka mati dalam medan perang tersebut? Dan sebelum mereka mati tentu saja mereka sudah membunuh sekian banyak orang dari agama lain pada perang tersebut…”

“hmmm… lebih baik kamu keluar dari kelas ini sekarang juga Paijo! Dan untuk seminggu dari sekarang kamu boleh tak masuk dalam kelas saya, seminggu itu kamu lakukan intrpeksi pikiran kamu yang mulai kacau… silahkan keluar sekarang juga!”

Paijo yang tak tahu menahu akan kesalahan apa yang dia buat membuatnya tertekan dan terus mengiang beribu pertanyaan dalam pikirannya, hingga sampai satu kesimpulan bahwa… bahwa agama itu sebenarnya tak pernah ada, dan manusia lah yang membuatnya, apa pula guna agama apabila hanya sebagai pelampiasan nafsu keduniawian?

Hari demi hari berganti dengan kesibukan baru yang diemban oleh Paijo, yaitu mempelajari tiap ajaran agama, tak perlu tahu agama itu agama apa…

Satu keyakinan dalam benak Paijo setelah mempelajari tiap agama yang mendominasi di muka bumi ini hanya punya dua tujuan sama dan tak ada bedanya yaitu berbuat baik sesama manusia dan hubungan baik dengan Tuhan.

Tuhan lebih bersifat pribadi untuk jiwa manusia kata hati Paijo...