Thursday, December 06, 2012

Nanti Ketika Pergi

Nanti ketika pergi, seperti matahari yang kini telah terbenam dan muncul lagi, apa kau nantinya akan datang kembali?

Nanti ketika pergi, akankah ingatan bisa pudar seperti warna yang nantinya akan kusam? Menghilang tak berbekas hingga nantinya tak perlu disesali...

Nanti ketika pergi, bolehkan mengharap kenangan berupa hujan yang menyisakan pelangi...

Nanti ketika pergi, mungkin ada yang lain akan mengganti...

Nanti ketika pergi, jangan ada lagi pesan yang tak sempat disampaikan seperti pesan dari api yang tak sempat disampaikan pada kepada kayu sebelum menjadi tiada...

Somewhere, December, 6, 2012, 09:08am

Wednesday, November 14, 2012

Question and Answer

              Seandainya dosa tidak pernah ada maka pahala tidak pernah ada, pahala tidak pernah ada maka dosa tidak pernah ada, tidak ada salah maka benar tidak ada, tidak ada benar maka salah tinggal rencana, cinta dan benci, sepi dan ramai, keberuntungan dan kesialan, cantik dan jelek, jahat dan baik, hujan dan kemarau, bahagia dan sedih, hidup dan mati, menang dan kalah, gelap dan terang, kering dan basah, pintar dan bodoh, sakit dan sehat, bahkan Tuhan dan Iblis, hampir semua hal memiliki kebalikan...

              Maka bagaimana dengan waktu? Kalau begitu siapa yang bisa menyalahkan waktu? Bahkan perbandingannya pun tak ada, bagaimana pun waktu selalu menang dan tak pernah tahu kata kalah...

               Semua menjadi tunduk pada waktu, bahkan muda pun larut dalam waktu dan tak terasa tua pun menjelma, yang baru menjadi lama, malam menjadi siang, dan bahkan semua hal ditentukan lewat detik ke detik dari waktu. Bahkan seandainya waktu tak pernah ada maka semua hal takkan pernah ada, takkan ada Nabi sebagai utusan Tuhan, takkan ada agama yang membawa ajaran Tuhan, takkan ada kitab suci dan berbagai aturan tentang agama, bahkan bumi dan seluruh alam semesta pun takkan pernah ada jika waktu tak pernah ada.

              Mengapa semua orang terlihat diam dan tidak agresif menanggapi respon dari waktu? Bahkan kematian pun takut pada waktu, kematian hanya akan menjadi ingatan lewat campur tangan dari waktu...

Somewhere, 14 November 2012, 22:41

Saturday, October 20, 2012

Dibuai Oleh Hujan Imajiner


Kau datang kesini, bercerita bahwa hidup tak selamanya linier dan hati tak selamanya tersier, padahal kau tak pernah mau tahu arti dari hidup, juga arti dari cinta. Kau dengan bangganya berkata bahwa hidup cukup dibawa santai dan tak usah terlalu dipikirkan. Aku terdiam mendengarkanmu bercerita, walau beribu penolakan dalam hati ini hendak berteriak, aku tetap diam, entah mengapa, aku hanya ingin mendengarkanmu bercerita, melihat ekspresi kekesalan yang tetap dianulir dengan senyuman terpancar mantap dari wajahmu ketika bercerita. Kau bilang waktu terus berjalan, sesekali berbalik belakang dan mempelajari kesalahan, tiap langkah itu kesalahan, apalagi kita masih muda, tiap kesalahan butuh perbaikan dan jika masa muda adalah tempat berbuat kesalahan maka masa tua atau masa dewasa adalah kebalikan dari masa muda. Kira kira begitulah kau bertesis tentang kehidupan, tentang metafora menjadi manusia yang benar benar manusia, tak hanya manusia yang berakal namun tak pernah menggunakan akal secara maksimal, manusia  yang berperasaan dan tahu benar menggunakan perasaannya.

Kau mencoba banyak hal yang kamu sukai, kau tahu bahwa kau akan gagal dan gagal, tapi kau tetap tidak peduli dan terus melangkah dengan kegagalan lainnya. Aku senang melihat kau seperti itu. 

“bagaimana dengan pikiran dan perasaanmu lewat goresan pensil dan penamu diatas kertas itu? Apa kiranya maksud dari semua itu?” tanyamu waktu melihat aku sedang menggambar.

“kehidupanku ada diatas tiap goresan pena dan pensil ini, aku coba menyerapi semua hal yang ada lewat menggambar” jawabku sekenanya.

“menurutmu apa itu kehidupan?”

“tak tahu. Kalau menurutmu apa itu kehidupan?”

“kehidupan itu hujan, datang bergerombol dari kegelapan, jatuh ke bumi dan memberikan kehidupan pada tiap hal yang terkena airnya. Kira kira seperti itulah.”

“kalau di musim kemarau seperti ini bagaimana?”
                                       
“gampang, bukannya kau tahu bahwa dari 100 persen dari pikiran manusia harusnya 98 persen imajinasi dan 2 persen ilmu pengetahuan? Iya kan? Jadi tinggal membuat hujan imajiner saja. Hidup tak usah dibuat susah, dipermudah dengan permainan pikiran saja, sedikit senyuman, dan anggap saja semua masih baik baik saja.”

“oh begitu…” jawabku sambil tak berhenti menikmati ekspresi dari wajahnya yang polos dan tanpa dosa, tapi sepertinya memang dia jauh dari dosa karena dapat dilihat dari pakaiannya dan segala macam hal yang melekat ditubuhnya menandakan dia seorang hamba Tuhan.

Jombor, 20 Oktober 2012, 07:35

Friday, August 24, 2012

Birthday 24

Yesterday on 23 August 2012 is my 24 birthday, no one say some word of congratulations just like other people when they on birthday. Really I dont care at all, but I just feel little bit ridiculous and, and sad. I dont know what to say when you was 24, I mean young and no one be your best friend, I mean someone that trusting you, someone that give you a part in their life, when your celebrating day come and they with pleasure will celebrate it together with you. I feel alone and ridiculous as clown known.

Well if the reality give this moment for me, then I will accept it in my life, save it in my memories as reminder, that my words that have saying long time ago is being real. "People born alone, work alone, success alone, win alone, and die alone...". What I already say is my consecuen when it prove into my life, so the point is I wouldnt say that I am sad while I am sad, I will say I am heavenly happy because my words come true.

Happy birthday for my self.

Thanks my shadow to be my partner all the time, shaking my hand when I celebrate something, hold my shoulder when I feel something, hug my dream when I feel down.

Because I never know what is sadness and happines. Both of them is come together in my meditation.

Monday, August 20, 2012

Animus Ambitiosus



Rain fall in the summer time,
Leave those trees on the withered,
Repudiate a void,
Make a bland taste, 
Paralyzing the expectance,
Considering by turn head in hand ,
Nothing more,
Changing core,
Nevertheless,
As people always like,
As people hopely right,
As people express too high,
Where the hiding shines appear,
When the shines of truth appears, 
Who will be the one to be,
As a matter of questionable,
As a matter of looking at the answer,
As a matter of simple swear,
I say no when you say yes,
You say good bye when I say hello,
Suddenly disappear and gone,
Even I haven't say apologize,
While the time try to chime,
Close the ears by drop the tears,
I am on my own,
I am as stupidity,
Less sense of  approximately,
I wanna going to hide,
Sleep on the reel of real,
Now the psyche on the seal...


Purwokerto, Monday August 20, 2012, 23:42

Saturday, July 21, 2012

Somnium et Mulier (Dream and Her)



“Don’t ever say that I never try, I trying hard to work it out,
I still didn’t understand when you come to take my hand,
If you got something to say, better to say it to me now...”

Seminggu berlalu begitu cepat hingga tak terasa aku telah terbebas untuk sementara dari jejaring mimpi dan kenyataan, yang aku pikirkan hanyalah apa yang terjadi dalam seminggu itu, seminggu dengan dia. Seminggu sebelum bertemu dengannya aku merasa bahwa hidup ini hanya ada aku dan mimpiku, kenyataan hanyalah kesempatan untuk membuktikan keberadaanku pada sekitar, yaitu keluarga. Satu hal yang tak pernah kurasakan seminggu sebelum bertemu dengannya adalah rasa dibutuhkan, siapa pun aku rasa akan melupakan apa yang menjadi keharusan jika ternyata apa yang anda cari adalah kebutuhan, kebutuhan yang dapat menghasilkan ribuan senyuman dan rasa bahagia, kebutuhan yang membuat anda ingin agar tiap momen yang terjadi dapat terekam jelas dalam ingatan. Namun, seminggu setelah kepergian dia, semuanya luluh lantak layaknya seperti bangunan istana megah yang seketika melumer dan mencair seperti es krim, keindahannya dan kemegahannya pun belum sempat dinikmati dengan sepuas hati lantas hilang begitu saja.

Pikiran datang mengganggu, mimpi yang telah kubangun dari 7 tahun yang lalu tiba tiba terlupakan begitu saja, serasa aku telah berselingkuh dan mencampakkan mimpiku. Pikiran pun berkata

“Apa kau sudah tak mau lagi mengejar dan membuktikan pada kenyataan akan mimpi mimpimu itu anak muda? Mimpi yang tadinya hanya berupa benang kusut tak berguna, hingga kau sulam menjadi sebuah pakaian yang layak dan enak untuk dipakai. Mimpi yang tadinya hanya berupa sebongkah tanah liat tak terurus, hingga kau sulap menjadi sebuah patung yang bagus dan mempesona orang yang melihat. Kemanakah rencanamu untuk mengukir tiap hari langkahmu diatas karya?”

Bisikan itu terus menghantui, membuat bayangan yang semula kabur hingga tampak menjadi semakin nyata, semuanya terjadi semenjak seminggu aku bersama dengan dia. Aku bingung ketika hatiku pun ikut ambil bagian dalam perkelahian antara aku dan pikiranku. Hati dengan kalemnya berkata

“Kau sekarang tengah dilema, kau harus memilih antara satu, memilih dia atau mimpimu”

Aku duduk melamun, membayangkan ketika keduanya dapat kupertemukan, mempertemukan dan kalau bisa mengakrabkan dia dan mimpiku. Membuatkan mereka berdua ada diantara hati dan pikiranku. Namun ketika pikiran tahu akan rencanaku ini maka dia pun menasehati dengan bijak

“Anak muda, kau masih muda dan jalan yang hendak kau tempuh masih panjang dan berliku, kau nanti akan sesekali terjatuh dan bahkan mungkin akan merasa begitu senang hingga kau merasa dapat menyentuh awan. Tapi ingatlah, kedua hal yang tengah kau rencanakan untuk dipertemukan akan begitu sulit untuk dipersatukan, apalagi membuat keduanya berjalan bersama dibawah kendaliku sebagai pikiranmu dan dibawah kendali perasaan sebagai perasaanmu. Namun yakinlah dengan mimpimu, karena mimpimu takkan pernah mengecewakanmu. Dan bagaimana dengan dengan dia? Apa dia takkan mengecewakanmu suatu saat nanti? Dan jika sampai dia mengecewakanmu maka tak hanya aku sebagai pikiranmu yang kesusahan, sedangkan perasaanmu yang sangat sensitif itu pun akan menjadi gila, dan yang paling penting dari semua dalam hidupmu adalah mimpimu, mimpimu akan hancur lebur menjadi debu. Pikirkanlah anak muda!”

Aku tak pernah tahu akan cinta seperti layaknya orang kebanyakan yang begitu mudah mengungkapkannya dengan kata kata dan tindakan, aku hanya merasa bahwa kebahagiaan itu melebihi segalanya. Karena satu hal yang manusia cari di dunia ini hanyalah kebahagiaan, membahagiakan keluarga, sahabat, teman, dan bahkan orang yang tak dikenal yang ada disekitar manusia tersebut. Aku dan dia, dia yang selalu membuatku bahagia walau hanya seminggu bersamanya, dan setelah seminggu berlalu semenjak aku tak bersama dia lagi, ada kekosongan yang melenakan, membuatku merasa ingin menjauh dari kenyataan, ingin menjauh dari tindak-tanduk pikiranku yang susah untuk dikendalikan, ingin menjauh dari perasaanku yang selalu saja terlalu sensitif dalam menanggapi berbagai macam hal. Aku hanya ingin berdua dengan mimpiku saat dia telah jauh.

Ada ketakutan waktu aku bersama dengan dia, ketakutan akan kehilangan mimpiku. Berbagai rencana kuperbuat dengan begitu bodohnya hanya agar dia bisa menjauhiku, namun ternyata yang kudapat lebih dari itu, dia pun membenciku seperti benci siang pada malam yang tak pernah ingin bertemu.

Tapi mimpiku takkan pernah meninggalkanku.
Untuk Retno
JNM, 20 Juli 2012, 14:55

Friday, July 06, 2012

Life, Death & Reincarnations



People born alone,
Die alone,
Waiting for new reborn...
Walk on the straigh side,
Think I was on the right line,
People know how to wisely wise,
But still stay tight on the silly face...
Write a story,
Begun to play,
Trying to replay...

Copernicus bilang kalau bumi hanya sebagian kecil benda di luar angkasa yang berputar mengelilingi matahari, matahari tak pernah mati, seperti ilusi terbenamnya matahari sebelum malam datang. Malam hanya perantara dan pembukti jika ternyata bumi berputar, berputar sembari mengelilingi matahari. Semua manusia hanyut dalam ingatan dari para pembual yang mengatakan jika matahari telah terbenam maka saatnya merebahkan raga menunggu matahari kembali datang, padahal matahari tak pernah pergi, manusia dan bumi tak pernah lepas dari pandangan matahari, matahari sang penguasa waktu. Cahaya buram dari bulan contohnya, matahari hanya berpura pura memantulkan cahayanya lewat bulan, dia melihat lewat pandangan lain yakni lewat keburaman cahaya bulan pada malam hari, apa manusia awas dan selalu bergerak, tak menghabiskan waktu yang telah dikuasai oleh matahari sejak jutaan tahun yang lalu dengan berleha leha dan tak melakukan sesuatu.
Musa pun datang ke atas puncak gunung Sinai sembari mengacungkan kedua tangannya keatas langit, meminta agar Tuhan menunjukkan wujudNya pada Musa, namun hanya cahaya saja yang nampak lantas Musa pun kehilangan kesadaran. Cahaya, ya cahaya dari matahari! Apa Tuhan itu matahari?
Maka mulailah perandaiaan angan menuju 10.000 tahun yang lalu di daratan dekat Laut Merah, Mesir. Pada zaman ketika para raja atau penguasa manusia masih bernama Firaun, Firaun di ibaratkan keturunan dari Tuhan, makanya setiap manusia pada zaman itu rela untuk menjadi budak, dicambuk untuk bekerja, bekerja dan hanya bekerja yang mereka lakukan, lihatlah hasilnya bahkan hingga sekarang hasilnya masih bisa nampak jelas di mata manusia, hamparan piramid. Sedangkan Firaun sendiri masih mempunyai Tuhan yang telah mereka percayai sejak keturunan Firaun pertama, entahlah, sejarah pun mengalah untuk mengetahui secara jelas kapan Firaun pertama ada. Tuhan dari paham Animisme atau kepercayaan leluhur dari Firaun konon bercerita bahwa dahulu kala Dewa Matahari turun ke bumi dan mengubah dirinya menjadi manusia bernama Ra. Singkat cerita Ra mempersunting satu satunya wanita pada masa itu, entah dari mana datangnya, ada yang bilang kalau ada begitu saja sebagai wanita pertama di dunia, ada yang bilang kalau datangnya dari mata air sungai nil, ada pula yang mengarang mengatakan kalau datangnya dari salah satu bintang dari atas langit, wanita itu Isis. Hasil dari perkawinan mereka adalah Horus atau yang sering kita dengar dengan sebutan Hours atau jam atau waktu. Waktu?
Matahari, kepercayaan leluhur, dan waktu. Dari jaman purba di daratan Eufrat dan Tigris pun sama halnya, mereka menerka waktu, menghitung waktu, hingga di jaman ketika Romawi sebagai penguasa ilmu pengetahuan dan penguasa daratan, di buatlah kalender yang hingga sekarang kita pakai. Semuanya dimulai dari lahirnya matahari baru setelah bulan desember, waktu dimana bumi mengelilingi matahari tuntas satu kali putaran, 365 hari, 12 bulan. Matahari terlahir kembali? Reinkarnasi?
Lantas dimana manusia perginya setelah kematian? Jika matahari ternyata terbit kembali setelah malam berganti pagi, jika matahari kembali hadir dan menstabilkan suhu bumi hingga musim pun lahir setelah 365 hari, jika ternyata matahari adalah penguasa waktu, dan bagaimana jika ternyata matahari itu adalah jelmaan Tuhan?
15.000 tahun yang lalu datanglah dua manusia pertama yang mempercayai keberadaan Tuhan, masa ketika setiap orang menyembah pada apa yang disepakati untuk di anggap agung, seperti pohon raksasa, gunung, api, dan lain sebagainya. Dialah Adam dan Hawa, dimana lewat keturunan mereka lahirlah agama agama yang beda masa maka berbeda pula cara dan hukum hukumnya. Noah atau Nuh yang membawa kitab Zabur dan entah apa nama agamanya, Musa atau Moses dengan Yahudi, Isa atau Yesus dengan Kristen, dan Muhammad dengan Islam. Semuanya berbeda dalam berbagai macam hal mengenai peribadatan, hukum-hukum, aturan, nama untuk Tuhan dan lain sebagainya, namun tetap saja satu artian dan tujuan mereka kepada Tuhan, semuanya pada takluk pada Tuhan, semuanya tidak bisa menjabarkan atau mencitrakan Tuhan, semuanya sama menganggap bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta beserta seluruh isinya. Menurut tiap agama ini, bahwa setelah kematian manusia, maka roh manusia itu akan menuju ke surga, apa itu surga? Apakah surga itu adalah tempat dimana manusia di lahirkan kembali dan melanjutkan kehidupan? Atau karena surga itu adalah tempat bersemayam Tuhan? Dimana disana nanti manusia bisa berinteraksi dengan Tuhan, namun sia-sia saja karena tiap agama tersebut diatas tidak mengatakan seperti itu, disana Tuhan pun masih berperan sama seperti ketika di bumi, Tuhan sebagai tempat meminta.
Sekitar 15.000 tahun yang lalu di India sudah ada kepercayaan mengenai Hindu, dimana Tuhan mereka di buat menyerupai patung yang dikenal sebagai Arca. 5000 tahun sebelum masehi di Yunani pun sudah ada kepercayaan yang mencitrakan Tuhan mereka pun dari patung yang menyerupai manusia namun tanpa pakaian, kepercayaan Pagan. Ribuan tahun sebelum Colombus menemukan benua Amerika pun suku Indian sudah memiliki kepercaya bagaimana dan apa Tuhan mereka, cara peribadatan, dan lain sebagainya. Buddha, Confusius, Zoroteism, dan berbagai macam agama lainnya di dunia ini pun memiliki aturan, hukum-hukum menurut ajaran mereka. Namun satu satunya yang dengan lugas mengatakan bahwa setelah kematian manusia maka akan dilahirkan kembali menjadi bayi untuk menyempurnakan kehidupan sebelumnya, yakni Buddha. Tapi Buddha tidak memiliki Tuhan seperti agama dari Adam dan Hawa atau seperti Tuhan yang lain dari ajaran yang lain, apa ajaran mereka bisa dikatakan sebagai agama jika tidak memiliki Tuhan? Lantas di mana letak Tuhan di ajaran mereka? Apa mungkin mereka menganggap bahwa setiap manusia yang telah menunaikan kesempurnaan hidup di dunia, menunaikan kebajikan tanpa henti pada tiap manusia dan pada alam, setelah kematian dan dilahirkan kembali lewat renkarnasi, hingga nantinya mereka menuju ke Nirwana maka mereka akan menjadi Tuhan? Saya tidak tahu, dan saya rasa mereka pun tidak menganggap seperti itu.
Ada kematian maka ada kelahiran, apa karena ada kelahiran lantas ada kematian? Apa pun itu, matahari takkan pernah mati, manusia dan ilmu juga takkan pernah mati, tak ada sesuatu yang baru di dunia ini, sama seperti malam berganti siang, ilmu hanya berlanjut dan berkembang tak jauh berbeda dari metamorfosis dari kupu kupu; dari telur menjadi larva, larva menjadi kepompong yang mirip dengan telur, lantas lahirlah kupu kupu.
Cerita ini hanya sepenggal cerita dari abad ini, satu dari jutaan orang yang coba bercerita tentang manusia; kematian, kelahiran, dan reinkarnasi. Reinkarnasi dalam artian dua orang menjadi satu, ada ibu dan ayah dalam satu bayi, begitu seterusnya. Ada diri anda pada keturunan anda, walau anda sudah mati. Surga kemungkinan seperti janin dalam kandungan, tak dapat diprediksi secara mutlak, kematian dan kelahiran ada disana tanpa ada satu pun yang bisa memastikannya.
Lantas apa itu kepastian?

Sebelah Barat Yogyakarta, 26 Juni 2012, 17:46

Friday, June 29, 2012

Affectus de Humanum


Rasa...
Mereka seperti lumeran coklat yang tengah meleleh perlahan membasahi adonan kue bolu, bau manisnya merebak membuat tiap orang seketika terlena dan imajinasi mereka melayang akan nikmatnya. Terka menerka mengenai rasa, melenakan serta mengenakkan, membuat raga seolah terhenti tuk bergerak, pikiran stuk ditempat yang tak jelas, dan mulut mungkin akan sedikit menganga karena tak tahu hendak mengatakan apa. Namun sudah selayaknya mereka lebih enak dinikmati lewat pandangan ketimbang mencoba untuk melahapnya seketika, karena pandangan akan menyimpan mereka erat dalam ingatan, dan mulut hanya membuat mereka hilang dan rusak hancur lebur serta kandas dalam lambung. Dari mata turun ke hati seperti kata pepatah, dan dari hati takkan mau pergi.
Mereka seperti burung cantik yang tengah terbang dengan gemulai di atas langit, menari narikan sayapnya ditegah alunan merdu suara angin, melambai lambaikan sayapnya pada awan tinggi seolah menggoda dapat menyentuhnya dengan mudah. Siapa pun akan terpesona, belum lagi ketika mereka mulai berkicau, menenangkan pikiran tiap siapa yang mendengar, memancing mulut untuk ikut menirukan, dan perasaan dengan sendirinya tersihir untuk kagum dan takjub walau tanpa disadari terlebih dahulu. Tapi lihat jika keindahan mereka dikekang dalam sangkar, membuat mereka seolah terpaksa untuk berkicau, memudarkan kesan kepakan indah sayap mereka ketika terbang, dan meluluh lantakkan citra mereka sebagai sebuah keindahan. Seperti kata pepatah bahwa keindahan bukan untuk dimiliki, namun untuk dijaga agar keindahannya tetap abadi.
Mereka seperti degradasi warna langit yang hanya nampak dari atas puncak gunung ketika matahari perlahan merebak cahayanya ke permukaan bumi di pagi hari, cahaya keperakan membawa hangat yang melebur buih sekat awan, memantulkan ribuan warna warni yang tak mampu diurai dengan kata kata, tak mampu dicerna lewat logika, pula hanya bisa dirasakan oleh sepasang mata satu orang saja. Hanya rasa penuh lena, takjub mata menguak keindahan, tak dapat disentuh atau pun dimiliki, mungkin hanya mampu direkam oleh ingatan, disimpan rapat dalam kotak spesial dalam hati. Ketika semua telah berakhir, matahari telah menetap diatas singgasana langit, hangat menjulur perlahan membungkus raga, keindahan lainnya pun terhampar di depan mata, hijau pohon, kelabu batu gunung, cokelat tanah, dan ribuan warna lainnya dihidangkan seolah menjadi pengganti sarapan pagi. Cerita ini mengingatkan pada pepatah yang mengatakan semua hal takkan pernah menjadi nyata dan hanya akan menjadi bualan jika tak dilihat langsung oleh mata, tak dirasakan langsung oleh pikiran dan perasaan.
Mereka seperti debur ombak di pinggir pantai, membisik telinga tentang berbagai cerita dari daratan seberang, menggelitik sukma ketika desiran ombak merembes di pasir pinggir pantai, merentankan pikiran serta perasaan ketika gelombang besarnya menghantam kokohnya karang. Hingga rumput, nyiur, dan ilalang pun hanya bisa mengangguk ketika mereka menyapa. Membuat para pemandang hanyut terbawa arus angan angan, melambungkan mimpi dan cita cita, seakan menyadarkan diri bahwa dunia begitu luas, masih ada begitu banyak cerita di ujung laut sana. Seperti nenek moyang kita dahulu kala, mereka mengarungi mereka dengan kapal kayu tanpa ada rasa takut sedikit pun, tekad mereka seperti baja yang di tempa dari besi yang jatuh ke bumi lewat perantara komet. Seperti pepatah hidup mereka, sekali layar mengembang maka pantang raga pulang haluan, meski rangka kapal hanya tinggal layar.
Bagaimana dengan rasa yang ada didalam sana, didalam dada yang memekar ketika senang, melayu ketika bersedih, tak mampu ditebak pula tak ingin ditaklukan dengan mudah. Mereka mengendalikan raga seolah mereka adalah tuan, memekik ketakutan ketika ada keraguan, menyombong diri ketika ada pengetahuan, tapi siapalah diri jika ternyata mengetahui serta mengendalikan rasa pun tak bisa, hendak membunuhnya malah hanyut dalam penyesalan tanpa henti. Menangislah kau sekarang dimakan sepi, dasar bodoh karena memilih menjadi seorang penyendiri.
29 June 2012, 12 59, West Ringroad Yogyakarta

Saturday, June 09, 2012

Esse Mentis Humanae


          Lihat mereka menatap anda seolah anda ini adalah sebuah patung yang layak untuk dipandangi sedemikian rupa, seandainya ada yang mereka lihat tak pantas atau tak sesuai dengan apa yang mereka pikirkan maka dengan sendirinya mereka akan menilai seolah anda memang adalah patung dan tak bisa mengelak atau pun mencoba menghindar, anda adalah objek buat mereka, sekedar objek untuk mengumbar kekurangan anda yang berujung pada cacian atau pun goresan luka pada hati anda, anda tidak boleh mengatakan tidak pada mereka, karena mereka menganggap kalian itu patung dan memang tidak seharusnya berkata. Atau mungkin yang lucu jika anda memang seseorang pekerja keras dan anda dihargai atas kerja keras anda dengan ketenaran dan keseganan, lantas mereka pun datang lagi untuk mengumbar kebaikan atau pun keberanian anda dengan harapan tentu saja agar ketenaran anda bisa melekat pula pada diri mereka.


          Entahlah, mereka terbuat dari apa, tapi anehnya mengapa mereka tak bisa kita hindari? Justru semakin menghindar maka mereka akan semakin dekat, karena mereka adalah rakyat atau manusia biasa, mereka tak memiliki semangat hidup dan menganggap hidup adalah hari ini dan besok adalah besok, sedangkan anda, bukankah anda adalah seorang pemimpi? Dimana tiap menit dalam hidup anda adalah perjuangan, perjuangan untuk mewujudkan mimpi anda, mimpi anda walau memang jika dipandang lewat mata manusia biasa maka hal tersebut terasa muluk dan tak berguna, kata mereka apalah gunanya mimpi jika ternyata ujung-ujungnya hanya seperti ini dan itu, dengan kata lain maksud mereka tidak jelas.

          Terasa wajar buat mereka jika anda menanggapi tiap ocehan mereka, atau mungkin ada baiknya jika anda menganggap mereka adalah sarana untuk mewujudkan mimpi, seperti pengayuh pada sampan, seperti guna setir pada kendaraan, seperti sayap pada burung, atau bahkan seperti punggung kuda yang siap dipacuh kapan pun dan dimana pun.

          Iya memang benar, manusia adalah makhluk sosial, dimana berarti luas bahwa satu manusia bergantung pada manusia lainnya, tapi bukan berarti tiap keinginan dari manusia yang ada disekitar anda pantas dan layak untuk mengatur dan mengontrol hidup anda, anda bukanlah patung, anda bukanlah robot, anda adalah manusia yang mempunyai pikiran untuk mengembangkan diri anda sendiri tanpa ada batasan, selama anda tahu bahwa baik itu seperti ini dan buruk itu seperti itu.

Siapa anda?


Gamping, Jumat, 8 Juni 2012, 00:29

Thursday, May 24, 2012


In the name of universality of pluralism and pragmatism, people though try to hide away behind the stupidity, found the real and right beside of fake and wrong, where the skies never be blue and bright, people try and try but never gone or whether done, is it only word of non sense and less spirit of provocativeness, everyone see each and another to be seem and feel the comfortable, no one talk about hurting and jealousy, no one ever feel really alive when they falling down to the ground, but feel so alive when they losing their mind, the soft parade to celebrating the reborn of man who gonna change the wisdom become useless, but even no one know the people still walk in the line...

Sometimes it come, suddenly I get lose control and my mind work without any permit and permission, seem so strange but never I wanted to cry, let the brain thinking and let it flow, let the expression and impression of the people spread away, give any terrible suggestion and injection, the black seem so white, how about my feeling inside of the horrible rain? Nothing come, nothing feel, just like another sunny day with one bottle of wine, standing behind the stage of manuscript people act, watching and probably smile for a while, then shut for long long time and still watch, try to separated the difference of truth and lie, well people scream let me in to the jungle of unpredictable attitude...

When I already gone, then I guess you looking for me...

Sunday, April 01, 2012

Penari dan Pelakon

Penari penari itu melampiaskan segenap apa yang ada dalam rasa mereka, melekuk tubuh hingga berguling menggelinjang diatas lantai, berdiri dan melompat seolah raga tengah bersatu dengan angin, diam sejenak, nafas berpacu seirama gerak, diam sejenak, musik mulai meredup, lampur mulai padam, gema tepuk tangan penonton pun berhamburan diringi sorak sorai penuh kekaguman

Dimana mereka sedang bersandiwara, mengubah kata menjadi sebuah lakon yang di besitkan makna pada tiap gerakan, wajah mereka berubah dari sembilu menjadi meria, keringat berkucur, kata bertukar kata maka lahirlah gerakan yang lain, tekstur menjadi gestur, diatas panggung mereka beraksi, mencari kepuasan yang kasat oleh mata, tak hanya sekedar untuk diri sendiri, mereka itu adalah penghibur sejati, mencari tawa, mencari perhatian, mencari kepuasan lewat ketertarikan yang tampak pada tiap mata yang memandang

Wednesday, March 28, 2012

Sepenggal Cerita dari Si Bodoh

Kawan kawan pembaca, perkenalkan aku adalah si Bodoh. Tak perlu anda tanyakan siapa nama asliku, itu tidak penting karena kalau aku memakai nama asli makan ke bodoh akan hilang, dan aku tak inginkan itu. Aku adalah segelintir orang yang mungkin jarang atau mungkin banyak anda temui dalam kehidupan anda, dengan nama bodoh yang melekat pada diriku membuat aku bebas untuk melakukan banyak hal yang orang normal enggan lakukan, itu semua karena akulah si Bodoh. Aku tak pernah menganggap panggilan orang padaku seperti ‘hey bodoh!’ atau ‘dasar bodoh!’ menjadi sebuah masalah, itu kejujuran, dan harusnya kejujuran di tanggapi dengan senyuman, bukankah begitu?

Mereka awalnya hanya memanggilku bodoh hanya karena beberapa tindakan yang sering kulakukan memang bodoh seperti memanjat tiang listrik, bersalto ria di lantai, tidur tiduran di aspal, dan lain sebagainya. Dan itu kuanggap sebagai perhatian, lagian kalau aku menanggapi tiap panggilan bodoh yang diarahkan kepadaku bukankah justru memupuskan jati diriku sebagai orang bodoh kan? Saya tak inginkan itu. Seiring berjalannya waktu maka aku pun semakin sering melakukan banyak hal bodoh lainnya.

Aku senang membaca buku, tentunya jangan anda anggap bahwa dengan membaca buku maka akan membuatku pintar dan banyak tahu hingga nanti tidak ada lagi perkataan bodoh tentangku atau takkan ada lagi orang orang yang akan memanggilku bodoh, justru aku membaca begitu banyak buku tentang orang bodoh agar aku bisa belajar dari tulisan itu bagaimana harusnya seorang bodoh dalam menjalani hidup mereka. Ambil contoh mengenai orang bodoh yang diceritakan dalam buku ‘Zarathustra’ yang di tulis oleh orang yang dianggap bodoh di sejarah dunia tulis menulis karena perkataan terkenalnya yang menggemparkan yaitu ‘Tuhan telah mati’, dialah si Frederic Nietzche. Didalam bukunya diceritakan mengenai kehidupan si tokoh utama bernama Zarathustra yang menjauh dari kerumun penduduk di perkotaan, dia memutuskan untuk tinggal seorang diri di atas gunung dekat hutan menjauh dari kehidupan sosial yang dianggapnya membosankan karena penuh dengan intrik dan kebohongan yang berlebihan, disana dia berteman dengan hewan hewan yang mendiami hutan, dan teman baiknya yang sering diajak bertukar pikiran adalah hewan melata bernama Ular dan hewan yang terbangnya paling ditinggi di udara bernama Elang. Di cerita dalam buku ini tentu saja aku takkan mengambil inisiatif untuk ikut tinggal di atas gunung sambil berkawan dengan binatang! Ini memang tindakan bodoh, tapi yang aku inginkan adalah bodoh yang lain. Aku hanya mengambil cerita mengenai ketabahan dari Zarathustra dalam menjalani kehidupannya, beserta isi dari pikiran pikirannya dalam menanggapi segala macam hal, ini semua adalah tentang tindakan dan pikiran yang orang bodoh lakukan, itu saja.

Buku yang lain seperti seorang penderita parah penyakit Schizophrenia dari Jerman sama seperti Nietzche yang menulis buku tentang suku Indian berjudul ‘Winnetou’, coba anda bayangkan sendiri bagaimana mungkin seorang penderita schizophrenia yang belum pernah sekali pun pergi ke daratan Indian, serta tidak pernah membaca tulisan dan melihat foto tentang orang Indian dari buku atau dari internet, maklum pada waktu itu masih tahun awal 1800. Dia menjelaskan tentang suku Indian dengan begitu detail, dimulai dari pakaian, rambut, rumah, cara hidup, tarian, dan lain sebagainya padahal dia hampir setengah dari waktu hidupnya dihabiskan di dalam rumah sakit jiwa!

Hanya, jika aku membaca buku maka akan aku perlihatkan beberapa cara bodoh yang jarang dilakukan oleh orang normal, yakni takkan sedikit pun menggubris dunia luar selain dunia yang diceritakan dalam buku, ada yang mengajak berbicara maka takkan aku ladeni, ada yang mengganggu maka aku akan pindah ketempat lain, dan selalu ketika membaca akan ada headphone mendengungkan musik klasik yang melekat di telingaku dengan setelan full volume, ini salah satu wujud dari tindakan bodoh yang menurutku harus aku lakukan. Anda tak usah menanyakan lagi kenapa, karena apa anda pernah melihat orang bodoh tidak melakukan tindakan bodoh? Jika ada maka mereka itu tidak bodoh. Sedangkan aku ini orang bodoh, dan tindakan bodoh yang kulakukan adalah kewajaran di mata orang orang, saya harap bisa dimaklumkan.

Hal bodoh lainnya mungkin seperti musik kesukaan, yakni musik yang keluaran tahun 1970an kebawah semacam; Muddy Waters, The Doors, Robert Johnson, Charlie Patton, The Beatles, dll., hingga ke musik instrument ala orkhestra semacam Wolfgang Amadeus Mozart, Chopin, Bach, Beethoven, dll. Musik yang mungkin hanya orang tertentu saja yang mendengarkan, dan itulah saya. Ini jangan sekali kali anda pikirkan bahwa aku ini tidak bodoh dan keren karena mendengarkan musik berkualitas dan keren semacam itu. Alasan dari semua ini karena mereka yang diatas, setelah saya membaca biografi dari mereka ternyata mereka pada masa hidup mereka dan membuat lagu juga dianggap bodoh. Contohnya; seperti Muddy Waters yang dianggap bodoh karena mau membuat studio rekaman (Cadillac Record) bersama seorang kulit putih dari Polandia (waktu itu di Amerika sedang maraknya kasus rasis), The Beatles dianggap bodoh karena mereka membuat band dengan semua personilnya berambut panjang (waktu itu yang berambut panjang hanya wanita), The Doors dengan Jim Morrison nya yang bodoh dengan seluruh hidupnya yang hanya sampai 27 tahun dihabiskan dengan mabok minuman dan obat obatan. Beethoven atau si Beast atau si Buruk Rupa yang bodoh karena membuat masterpiece justru pada waktu dia tuli. Begitupun dengan lainnya yang jika aku jelaskan satu satu disini maka akan sangat panjang, dan kesan dari si Bodoh yang melekat pada diriku akan menghilang sama sekali.

Sekian dulu cerita dari si Bodoh untuk saat ini, mungkin beberapa waktu ke depan akan aku lanjutkan dengan kebodohan yang lain.

Yogyakarta, 26 Maret 2012, 15:57