Wednesday, July 06, 2011

Sepuluh Tahun Setelah Hari Ini


“Cerita ini bukan untuk kalian tapi untuk orang orang yang hidup sepuluh tahun kedepan, bukan untuk kalian yang hidup semasa dengan kehidupanku sekarang ini, kalian yang selalu tak sepandangan denganku dengan beribu macam alasan yang tak selaras, seiya dan sekata denganku, memang kadang kita butuh memegang teguh jalan pikiran kita sendiri, memang kadang kita tak butuh masukan dari orang lain, tapi hidup terus berjalan meningglkan tiap orang yang tak ingin melangkah, tapi hidup itu tak hanya untuk masa ini, dan disamping itu apa yang bisa kau lakukan di masa dimana orang orang mengatakannya sebagai masa muda, maka jangan biarkan rasional dan aturan menjadi batu sandungan masa muda…”

Semuanya sudah nampak berbeda, raut wajah yang dahulu selalu buram kini penuh canda dan tawa. Tak takut lagi kau menatap langit yang dahulu ketika cahaya mentari bersinar menerpa wajahmu maka menggigillah sekujur tubuhmu, entah mengapa waktu itu kau tak mau bercerita tentang ketakutanmu itu. Selang sepuluh tahun kemudian baru kutahu matahari membuatmu buta terhadap hidup yang tak selaras dengan pikiranmu hingga kemotonan hidup mencekikmu dengan laku hidup normal yang dibanggakan orang orang disekitarmu. Engkau bilang waktu itu bahwa mereka yang pergi bekerja ke kantor dengan pakaian serba rapih dan miskin warna, pakaian serba kain, kemeja dan celana berbahan dasar kain, dan tak lupa pencekik leher bernama dasi. Engkau mengasihi mereka, mengatakan bahwa mereka bekerja seolah tak lagi mempunyai pikiran dan perasaan. Padahal kau tak pernah tahu bahwa hidup itu memang tak terlalu membutuhkan pikiran dan perasaan, mengapa? Karena hidup ini bukan hanya untuk dirimu sendiri, pikiran dan perasaanmu itu untuk dirimu sendiri, dan selain itu apa yang ada pada dirimu, meski kau tak ingin memberikannya pada orang lain, tetap saja musti kau berikan, penampilanmu musti setara dengan orang yang ada disekitarmu, untuk apa? Agar orang yang ada disekitarmu tak merasa canggung dan menganggapmu sama saja seperti mereka, kalian bekerja bersama, kalian mencari pengalaman dan materi untuk kehidupan orang yang anda tanggung, seperti anak dan istri atau mungkin keluarga yang ada banggakan.

Rambut panjang sebahu, cambang melingkari menangkup dagu, pakaian serampangan kau pakai tanpa ragu, dan apa lagi cara hidup anda seolah jauh dari kesan tahu malu. Itulah gambaran singkat tentang kau sewaktu masih muda dulu, sewaktu pikiranmu kau tuang dalam tiap lembar tulisan dan karya karyamu. Kau serasa menjauh dari orang orang disekitarmu, tak ada sapa, senyum, dan kesan ramah, sialnya anda juga tak punya kawan. Kau menganggap tahu semua yang akan terjadi waktu itu, memangnya siapa kau? Kau menganggap dirimu Tuhan? Atau mungkin paranormal dan dukun? Lihat dan rasakan apa ada orang yang betah berada disekitarmu? Dan entah apa yang membuatmu berubah sekarang ini menjadi tanda tanya yang sangat besar untuk orang yang mengenalmu, maksudku orang orang yang ada disekitarmu waktu kau muda dahulu. Kini lihat tampangmu yang tak henti mengulum senyum, tiap ada orang yang pernah bertemu sapa denganmu kau sapa dengan sapaan yang tak terkira, malahan kau mengajak mereka untuk sekedar mencecap segelas kopi di kafe terdekat, disana kau bercerita tentang segala macam hal agar orang itu bisa merasa nyaman dan akhirnya nanti memaklumi mengapa kau sangat aneh waktu muda dahulu. Kau mencoba memperkenalkan siapa kau, mencoba untuk meminta maaf secara tak langsung akan kecongkakanmu waktu muda dahulu, kau menyesali semuanya dengan senyuman dan tawa. Aneh memang hidupmu, tapi jika nanti ada orang berakal yang mendengar kisahmu akan mengatakan dan melakukan hal serupa sepertimu, mereka akan mengangguk mengiyakan bahwa hidup memang butuh banyak warna, agar nantinya ada wadah semacam cermin untuk mengulang kembali tiap lembar cerita kehidupan mereka, mengingat pepatah lusuh dan kumal bahwa hidup ini memang butuh banyak pengalaman, karena pengalaman adalah guru terbaik dalam hidup.

July 4, 2011, Krebet, Bantul

No comments: