Tuesday, January 05, 2010
Eksistensi Sang Waktu
Langit pun tampak terukir raut sedih sore itu, terlihat dari kumulan awan hitam yang mengerubungi dan menutupi birunya langit sedari pagi menjelang ditandai dengan secercah sinar berupa senyum mentari yang perlahan muncul dari sela sela pegunungan di daerah barat. Tampak murung langit dengan ditandai mata langit sang mentari seolah terkatup dalam kemurungan mendung yang menutupi sumringah senyum mentari...
Megahnya pemandangan langit sore seperti dalam cerita cerita roman klasik yang mengilustrasikannya lewat paduan kata demi kata tentang langit yang nampak seperti bongkahan emas seakan tinggal harapan, kini tak ada lagi kicauan burung gereja yang hendak pulang ke sarang, tak ada lagi rombongan itik bersama majikannya yang menggiring mereka pulang kekandang, pula tak ada lagi terlihat riuh hiruk pikuk keramaian kota yang seakan terlihat seperti para gladiator bertempur dalam sebuah holocaust penuh kesengitan kesemuanya berteduh mencoba menghindarkan raga dari terjangan denting demi denting hujan yang berjatuhan perlahan dari kumulan awan hitam, langit menangis...
Deruh gemuruh mesin knalpot dan keluhan lelah penat manusia bermandikan peluh menghias seluruh tubuh yang lelah sehabis menuntaskan rutinitas serba monoton begitu melulu, mana pula bersifat formal yang harus dikerjakan mau tak mau, bernama kerja. Kesemuanya bergumul menghasilkan nada tanpa symphony, tanpa diakhiri dengan gerai tepuk tangan penonton, juga tanpa kepuasaan idealis seorang musisi diatas panggung, yang puas mungkin hanya Tuhan jikalau Tuhan memang benar ada...
Sang malam pun menjelang berwujud dalam reinkarnasi dari sang siang, nampak gelap tanpa ada hiasan ribuan bintang yang menari nari ditemani sang rembulan, tertutup satu penampakan yang tak diinginkan, mendung. Syahdu temaram lampu kota yang mengitari tiap emperan jalan ikut dalam jajaran harapan yang tak kunjung nampak malam ini...
Harapan dibumbui sedikit doa, ironik dan terlihat penuh kesian siaan dimata para manusia manusia yang jauh dari mimpi, sanga waktu pun tak mau tahu akan kesemua hal menyangkut keduniawian dan manusia pun tak tahu menahu siapa yang menggerakkan tingkah laku sang waktu, seakan kesemuanya terhipnotis takluk dalam perintah sang waktu, hingga ajal manusia pun menjadi permainan kecil sang waktu, dalam sekejap kehidupan seorang manusia dapat berubah 180 derajat, dari hidup sehat bugar tanpa cacat sebagai perhiasan di tubuh dapat berakhir dalam balutan kain putih menutupi jasad tanpa roh...
Terbesit pertanyaan memecah keheningan saat menatap rintikan hujan jatuh perlahan satu persatu, gelap malam seakan memeras air mata langit dari kumulan awan hitam...
"Apakah Tuhan itu adalah waktu itu sendiri? ataukah waktu adalah wujud dari Tuhan itu sendiri? Waktu kah yang menciptakan ide mengenai Tuhan? ataukah sebaliknya Tuhan menciptakan waktu?" tanya perasaan setelah bernegosiasi dengan pikiran hendak ditujukan pada diri sendiri hendak menjawab apa...
Tanpa pikir panjang diri menjawab "Lantas kafirkah aku bila hendak memilih waktu lebih dahulu ada ketimbang Tuhan itu sendiri?"
Perasaan menimbang dan berucap kata bijak "Alasanmu apa dulu?"
"Aku pernah beragama diantara salah satu dari ketiga agama yang diturunkan oleh keturunan dari Abraham atau Ibrahim, dan aku sempat mempejarinya agak tekun hingga nampak seperti seseorang yang tak pernah dibayangkan pernah ada dalam diriku yang saat ini dan didalam kitab sucinya aku dapatkan dimana konon langsung dari perkataan Tuhan yang turun lewat wahyu mengatakan kalau Tuhan pernah bersumpah tepatnya berjanji menggunakan kata Waktu/Masa... Apakah kuasa waktu itu hingga membuat Tuhan menggunakan kata waktu, bahkan jagad raya dengan kecepatan pemikiran teknologi manusia saat ini masih bimbang mengukur ketepatan cepat dari cahaya yang lebih cepat dari kedipan mata...
"Tuhan itu tak bisa dibandingkan dan disandingkan dengan apa pun itu" perasaan kembali mengatur agar laju pembicaraan tak sampai mengundang permusuhan dengan kaum agamawis, diikuti dengan anggukan setuju si pikiran...
"Iya, tapi apa salah kalau saya mempelajarinya! saya hanya ingin meneruskan perkembangan pikiran saya yang penuh keingintahuan tentang segala hal, dan waktulah yang selalu membuat deguban jantung menggebu tanda bersemangat tuk mempelarinya lebih dalam lagi, saya hanya ingin tahu intinya... Tak pernah terbesit kata tuk menjamah keeksisan Tuhan yang masih kucari apa benar benar ada atau pun tidak..."
Pikiran dan perasaan "..."
Sembari kuhisap sebatang rokok kretek bercampur racun nikotin, seduhan kopi hitam menurut para ahli mampu menetralkan efek nikotin berkat bantuan si kaffein. Tak lupa ku putar putar bolpoin hingga nampak seolah lagi berpikir tentang asal muasal sang waktu. Tak terasa malam pun semakin gelap, hujan pun sedari beberapa menit lalu tak nampak lagi, sekililing tempatku sekarang juga tak nampak lagi batang hidung manusia manusia yang sempat berteduh bersamaku disini hendak menghindar dari terjangan hujan. Hanya yang nampak dari ujung parkiran satu kendaraan tua yang menungguku dengan setia hendak kutunggangi menelusuri seluk beluk kehidupan dengan peralatan perang berupa perasaan ala humanism dan pikiran ala scientist sembari sesekali membertukan gemercing keduanya dalam ring imajinasi hingga ronde beberapa tulisan pun tercipta...
Kantin Pojok, Des 09
Walekumsalam...
Subscribe to:
Posts (Atom)