Wednesday, July 01, 2009

Kalau Kamu Rembulan, Aku Bintang

Asalamulekum...

Senjakala membawa angin berhembus menyapa hijaunya padi di sawah, seakan memberi sebuah isyarat pada hijaunya padi padi yang beranjak menguning tuk menari nari menyambut rembulan datang menggantikan terik mentari yang kelelahan seharian bekerja menerangi seantero jagad. Seakan siang hanyalah mimpi yang tak berhak digapai oleh rembulan, begitu pun mentari dikala malam menjelang.

Kemarin perasaanku telah kuungkap padamu. Ku tak bermaksud tuk menerima jawaban “iya” darimu, ataupun yang lebih buruk jawaban “tidak” darimu. Bukan berarti ku tak butuhkan jawabannya! Namun, dirimu telah menjadi bagian dari sejarah perasaanku saja itu sudah cukup. Karena dirimu mengajariku secara tak langsung sebuah kata tentang “cinta”.

Kemarin lega sudah kecamuk antar urat saraf pikiranku yang selalu mengiangkan dirimu menyanyi merdu tentang namamu. Hanya ada satu perasaan yang kurasakan kali ini, yaitu perasaan yang mungkin terasa sukar tuk ungkapkan dengan kata kata. Yaitu, bahagia bisa merasakan lalu mengungkapkan, walau belum secara langsung.

Sometimes I feel

Like I am drunk behind the wheel

The wheel of possibility

However it may roll

Give it a spin

See if you can somehow factor in

You know there's always more than one way

To say exactly what you mean to say

Perlahan alunan lagu ini menemaniku mengingat ingat tentang senyumanmu. Seakan silih berganti raut wajahmu saling bergantian mengisi kekosongan dalam pikiranku. Ough, nampak jelas dirimu disana sedang dengan ekspresi serius tuk mencerna satu persatu kata kata konyol yang sedang kuceritakan padamu, lalu tiba tiba tawa renyah pun mengalun disusul ekspressi mikir ala Socrates memegang dagu menanggapi ceritaku. Selesai ku bercerita. Secara spontan, kamu mengambil alih pembicaraan tentang cerita masa kecilmu. Dan sungguh luar biasanya cerita masa kecilmu dengan penuh manja, dan kutanggapi dengan senyuman sembari mengatakan “sepertinya sampai sekarang pun begitu…” Dan ekpresi cemberut pun kamu keluarkan dengan satu tangan dengan cepatnya menjitak kepalaku.

Kuingin, tak ada satu hal pun berubah dari dirimu.

Dengan kebodohanku mengungkapkan perasaan “cintaku” padamu.

Karena…

Kalau kamu jadi rembulan, maka aku kan jadi bintang…

Disaat sang gelap gulita malam menjelang dengan menyelimuti hangat sang rembulan, maka dengan mengendap endap sang bintang pun datang tanpa undangan dari sang rembulan tuk menemaninya, begitupun sang gelap gulita malam yang sebelumnya tak pernah kenal dengan sang bintang. Walau kekuasaan sang gelap gulita malam dengan mampu memiliki sang rembulan, tetap saja sang bintang setia ada di dekatnya. Hanya sekedar tuk ada didekatnya tanpa memerdulikan acuh dari sang rembulan! Walau sang rembulan memang tak bisa berbuat apa apa tuk melepaskan cengkraman mesra nan melankolis sang gelap malam, dan sang bintang hanya bisa diam dengan harap harap cemas tuk sedikitpun berharap tuk digubris oleh sang rembulan. Minimal berikan sedikit senyuman tanda keberadaan sang bintang saja sudah cukup teriak batin sang bintang.

Ketika waktu itu sang gelap gulita malam datang menjemput sang rembulan tuk berdua saja tanpa adanya sang bintang yang dianggap oleh sang gelap gulita malam sebagai pengganggu. Tetap saja sang bintang terus mengendap endap setia berada di dekat sang rembulan. Kata sang bintang hanya ingin menjaga sang rembulan saja. Meski sempat sang bintang merasa cemburu ketika sang gelap gulita malam datang menjemput sang rembulan pada saat sang bintang hendak memberikan sebuah kado ulang tahun sang rembulan yang telah disiapkan beberapa hari yang lalu. Dan sang rembulan memang tak bisa menolak keanggunan dan pesona dari gelap malam yang sangat berbeda tentunya bila dibandingkan dengan redup redup sang bintang. Dan berlalulah sang rembulan didepan mata sang bintang yang cemburu. Didalam kado itu sebenarnya ada sedikit ungkapan perasaan sang bintang untuk sang rembulan, yang mungkin saja takkan dipedulikan oleh sang rembulan.

Namun, dari situ sang bintang belajar tuk bisa menerima apapun yang terjadi. Begitupun jika sang rembulan memang lebih memilih sang gelap gulita malam dari pada dirinya. Asalkan tetap sedia bersinar walau redup redup dan penuh rasa tanpa pamrih berada dekat sang rembulan saja sudah cukup.

Kebahagiaan dari sang bintang adalah berada dekat sang rembulan.

Begitu pun diriku kala dekat denganmu, bahagia, itulah yang kurasakan. Apalagi dengan ditambah senyumanmu. Terasa komplit sudah. Dan tentu saja tak menutup kemungkinan rasa naïf-ku menginginkan yang lebih dari hanya sekedar itu saja.

At your side… doesn’t need to worry… possibilities of happiness is real…



Walekumsalam...

No comments: