"Apa kamu tahu mengapa mereka tampak seperti keranjingan dengan hidup yang terus menerus menceritakan tentang kehidupan pribadi orang lain? Tak hanya kebaikan yang mereka ceritakan, bahkan sampai kejahatan yang seharusnya tak usah diceritakan juga mereka umbar begitu saja, layaknya kran air yang gagangnya sudah rusak, terus menerus berkokok tanpa henti mereka, apa mereka hendak menjadi ayam?"
"Entahlah, dari dahulu kala, memang begitulah guna mulut manusia, untuk berkomunikasi. Dulunya hanya keluhan mengenai diri sendiri yang diceritakan, mereka bercerita tentang kesulitan rumah tangga, ladang tempat bercocok tanam, hingga tentang ternak mereka yang malas makan. Lambat laun rasa bosan datang, mereka sudah tak peduli dengan rumah tangga, makanya ada banyak suami istri yang cerai, anak menggelandang karena istilah 'broken home', istri selingkuh, suami menyeleweng, anak pun mulai mabok mabokan dan memakai obat terlarang, bahkan anehnya dengan kehidupan seperti itu mereka malah tak ingin membahasnya! Mereka bosan! Apalagi dengan ladang tempat mereka bercocok tanam! Lihat saja sekarang, mana ada ibu ibu rumah tangga yang masih menanam bunga di depan rumah mereka untuk mempercantik pekarangan? Juga mana ada bapak rumah tangga sekarang ini yang masih sempat menyibukkan diri dengan membuat kebun sayur di belakang rumah? Ibu dan bapak membuat taman bermain untuk anak mereka pun mereka lupakan! Dan yang lain, seperti ternak, seandainya kendaraan bermotor tidak pernah ada, mungkin semua orang akan berlomba lomba untuk berternak kuda sebagai kendaraan, sapi dan kerbau sebagai pengangkut barang, dan lain sebagainya. Tapi sekarang sudah terasa mustahil, tapi mungkin masih bisa dilaksanakan seandainya kamu atau saya memilih untuk tinggal di desa yang jauh dari keramaian kota."
Sambil memandang jauh dari teras rumah tempatku duduk, melintasi pohon pohon yang masih nampak hijau, semilir jernih air mengalir di kali kecil depan rumah seakan membisikkan tentang kesejukan, di ujung sana ada gunung, di seberang hutan ada air terjun, dan lihat ada bentangan hutan juga. Sore ini, puluhan burung bangau terbang melintas atap rumah, batinku berbisik, di kota takkan mungkin bisa mendapatkan pemandangan seperti ini.
"Ah, kamu melamun saja, tadi belum tuntas ceritanya, lanjutkanlah"
"Iya, mengenai alasan mengapa orang orang sekarang senang berbicara tentang orang lain?"
"Iya... Kau ini pendongeng yang payah, aku mengenalmu sudah 40 tahun, sekarang kau sudah bersamaku 40 tahun lamanya! Dulunya aku tak pernah sangka akan menikah dengan seorang pendongeng, mempunyai 5 orang anak, 15 cucu, dan 5 orang cicit!"
"Haha, baiklah sayangku, ini semua karena memang manusia mempunya empati dan rasa peduli yang kelewat tinggi pada orang lain, ketimbang memperhatikan diri sendiri. Disamping itu, karena rumput tetangga selalu nampak lebih hijau, tapi ini hanya untuk orang orang yang selalu memandang segala macam hal lewat satu sisi saja, yaitu keindahan, padahal mereka tidak tahu kalau indera manusia yang selalu saja pandai berbohong adalah mata mereka. Keindahan itu seperti kamu, yang indah tak hanya dari luar, namun juga dari dalam."
"Ah, sudah kakek kakek masih saja merayu." kata si nenek sambil tersipu malu.
"Yah harus dong, bukankah semakin tua semakin jadi? Haha, tapi ini semua untuk kelanggengan kita bertukar cerita sayang, biarkan saja keriput bertambah, rasa sayang pun ikut bertambah..."
Seorang cicit bernama Nusantara pun datang, sambil malu malu dia pun mulai bernyanyi "Matahari tenggelam, hari sudah malam, terdengar burung hantu, suaranya merdu..."
20 Maret 2012, 03:35 am, Daerah barat Yogyakarta
No comments:
Post a Comment