Di tengah sore menjelang matahari tenggelam meninggalkan hari, duduk dua pasangan aneh sedang memandang rintik terakhir hujan yang perlahan mulai menghilang, disamping trotoar jalan kota yang senantiasa padat dengan lalu lalang kendaraan yang entah tampak terburu buru karena apa. Mereka berbicara seolah sedang berbisik, pelan dan penuh perhatian, padahal disekitar mereka asap dan bunyi desing bising ada dimana mana, mereka seolah tak peduli.
“apa kau pernah membayangkan masa depan kita nantinya?” tanya lelaki itu pada wanita yang telah menjadi kekasihnya semenjak 3 bulan yang lalu.
“tidak, eh mungkin saja pernah” jawab wanita itu sederhana “tapi sepertinya pernah, karena saya ingin tinggal di Paris bersamamu, kau sibuk dengan duniamu dan begitupun denganku, tapi kita tetap bersama menjalani hari hari hingga kita tua dan punya banyak anak!”
Si lelaki adalah seorang penulis naskah teater, dan kebanyakan naskah yang dia buat seputar kehidupan yang dia pandang selalu abstrak, tidak jelas namun mudah dijalani, dan dia telah bergelut di dunia teater baru 5 tahun. Sedangkan wanita adalah seorang penari salsa, yang menganggap hidup adalah panggung, nafas adalah irama, dan gerak adalah tarian, walau masih baru 2 tahun namun dia menyenangi bidang ini sepenuh hati dan hendak menjadi professional penari salsa suatu hari nanti. Mereka berdua bertemu disaat matahari terbit di sebuah pantai yang jauh masuk ke desa, waktu itu wanita ini sedang dalam keadaan bosan dengan perkotaan hingga dia memutuskan untuk menenangkan perasaan dan raganya di pedalaman yang juga dekat dengan laut, karena dia sangat suka, malah bisa dibilang cinta dengan laut dengan alasan yang sukar untuk dijelaskan dengan logika, dia mempercayai bahwa laut dihuni oleh seorang dewa yang mampu dan mau mendengarkan tiap cerita dari manusia yang datang untuk mencurahkan tiap cerita yang menjadi beban dalam hidup manusia itu. Dan lelaki ini, menganggap laut adalah latihan untuk pikirannya yang mengajarkannya agar memandang segala macam hal tak hanya dari dekat, yaitu pantai yang selalu indah untuk dinikmati oleh mata, tapi memandang jauh ke depan hingga batas mata memangdang dan kemudian membayangkan apakah yang ada di ujungnya, jika mata tak mampu memandang, maka masih ada imajinasi yang dapat memperkirakan seperti apa yang ada di ujungnya, semakin lama pikiran dan imajinasinya bekerja maka perlahan muncul sebuah cerita tentang sebuah pulau yang jauh ke antah berantah, muncullah juga tokoh dan karakter baru, awan dan pepohonan yang jauh dari bayangan manusia pada umumnya, “toh ini hanyalah cerita” katanya pada diri sendiri, manusia butuh cerita untuk membuat diri mereka bisa memperkirakan untuk apa mereka hidup dan apa yang akan mereka lakukan untuk hidup.
Mereka bertemu dan kemudian saling menyapa dengan kata sederhana “hai”, saling bertukar kata sederhana yang bisa di perkirakan oleh para pembaca mengenai dari mana asalnya, untuk apa kesini, dan lain sebagainya. Hingga mereka sampai pada cerita tentang laut dan pendapat mereka tentang laut seperti apa, di lain sisi kehidupan mereka berdua memang tak jauh dari cerita seputar laut, si wanita memiliki ayah seorang asisten koki di kapal pesiar seorang milyader di selatan sana, sedangkan si lelaki memiliki ayah seorang nelayan jauh di timur sana. Karena cerita mereka saling sambung menyambung mengenai laut, mereka pun mulai saling bertukar cerita mengenai segala macam cerita cerita lampau yang sempat atau pun belum sempat di ceritakan oleh sejarah, mereka bercerita seputar mitos Flying Dutchman dan Boogieman si setan laut, Poseidon atau Neptunus dewa dari mitology Yunani kuno, Columbus dan Vasco da Gama pelaut dari Eropa yang menjelajahi dunia dengan kapal laut mereka, armada laut Viking yang garang dan perkasa di lautan, bangsa Bugis dan kapal Phinisi mereka, dan begitu banyak lagi yang lainnya. Dengan cerita ini yang mereka berdua tahu dan suka, maka pertemuan diantara mereka berdua pun semakin sering selama dua tahun terakhir sebelum si lelaki menanyakan pada wanita ini apa dia mau menjadi kekasih si lelaki, dan dengan jawaban sederhana si wanita mengiyakan.
“tapi mengapa musti ke Paris kita menghabiskan hidup kita?” tanya si lelaki yang sebenarnya sangat mengagumi kota itu.
“karena begitu banyak alasan sayang, karena disana seni dihargai, dan kau tahu sendiri kalau duniaku di tari dan duniamu di teater sama sama anak dari seni, selain itu Paris adalah kota terindah di dunia ini, setidaknya kota terindah yang mampu mata dan imajinasi bayangkan, bangunan tua yang indah berjejer rapih, bahasa mereka yang selalu terdengar romantis…”
Tiba tiba si lelaki memotong “tapi bagaimana dengan kota asalmu sendiri? Bagaimana dengan bahasa ibumu sendiri?”
“bahasa ibuku yang kupakai sekarang itu takkan pernah bisa digantikan oleh bahasa lain walau aku sendiri ingin, tapi itu takkan terjadi karena Paris itu hanya untuk kita berdua, sedangkan kampung halamanku adalah yang terindah dari yang indah oleh mata tiap manusia, tapi kalau untuk kita berdua jawabannya adalah Paris.” Jawab wanita itu sederhana
“baiklah sayangku, entah mengapa, tapi aku rasa kau lebih romantis dariku.”
“tak masalah sayang, ini hidup yang jalani kita berdua, setidaknya musti ada salah satu diantara kita yang romatis”
“Paris yang kudengar adalah kota cinta, biarkan disana cinta kita bertahan dan berkembang biak menjadi keturunan kita hingga tua menjelang”
Dikos, 12 February 2012, 18:53
No comments:
Post a Comment