Sekarang kau sudah semakin lancar saja mengumbar beribu kata mengenai hal yang sama sekali tak kau ketahui, menceritakan beribu pengalaman yang tak pernah kau alami, semua tak lebih dari sekedar bohong bohongan belaka agar orang tertarik mendengarkanmu, mengikuti hidupmu, dan menjadikan dirimu bagian dari cerita hidup mereka. Saya ingat waktu kau bilang kalau kau ini adalah orang yang berprinsip, dan prinsip hidupmu takkan dapat digantikan oleh materi, kau bilang kalau hanya pelacur dan bajingan saja yang hidup tanpa prinsip. Masih ingatkah kau waktu kita sedang berjalan jalan bersama di malam hina itu, kita masuk ke gang gelap ditempat pelacuran, malam itu kita berdua cukup mabuk, 3 botol mansion dan 5 botol anggur kolesom kita teguk sembari becerita tentang mimpi mimpi kita di masa depan, aku masih ingat persis ekspressi wajahmu waktu memandang salah satu pelacur yang tengah menunggu para pemuja nafsu datang menghampirinya, tapi saying waktu itu uangmu sudah habis untuk kita pakai beli minuman. Dan maulailah kita saling berdebat mengenai beda dan sama antara manusia berprinsip dengan pelacur.
“kau ini, dari dahulu kala kau mengatakan kalau pelacur itu manusia hina, mengatakan kalau mereka ini tak jauh beda dengan binatang, mereka menjijikkan karena rela mengobral tubuh mereka demi selembar uang 50ribuan, dan banyak lagi kata kata busuk yang keluar dari mulutmu. Tapi, cobalah bercermin dan lihat sendiri tampangmu ketika memandang langsung salah satu dari mereka, mukamu seperti hyena yang kegirangan melihat bangkai didepan mata, lantas jika mereka itu menjijikkan karena mereka mengobral tubuh mereka demi uang, maka bagaimana dengan dirimu sendiri yang tidak punya uang tapi ingin menikmati tubuh mereka? Apa kau masih layak dikatakan manusia?”
“ah, kau ini, memangnya kau sendiri tak bernafsu melihat mereka? Sudah hilangkah kenormalan dalam dirimu, kau tahu sendiri kalau manusia itu diciptakan memiliki nafsu dan sekarang matamu disuguhi dengan tubuh seksi dan siap pakai malah kau seolah tak melihat apa apa, kau sudah buta!”
“haha sudahlah, kita sedang tak membicarakan mengenai diriku, aku ini anjing dank au tahu itu, tapi kau ini mengakui kalau dirimu adalah manusia yang berprinsip, prinsip hidupmu yang selalu kau banggakan itu membuatku muak, kau berkata mengenai begitu banyak hal namun hampir tak ada satupun yang benar benar kau lakukan. apa kau sudah lupa mengenai rencanamu hendak menjadi volunteer di salah satu lembaga kemanusiaan, kau hendak menolong orang orang yang tak mampu bersuara ketika sedang berhadapan dengan hokum yang selalu memberatkan mereka, kau hendak menolong pula anak anak jalanan yang tak menentu hidupnya, kau ingin menjadi seseorang yang selalu dibutuhkan, tapi sekarang aku tahu semua tak lebih dari sekedar kebohongan.”
“hey, ini semua hanya masalah waktu, dan semua kata kataku itu memang hanya kebohongan, dan hanya pada kau kawan sejatiku, kawan sial yang selalu ada disaat aku kesusahan yang aku beritahu, aku muak dengan manusia, semua manusia hanya memandang seseorang lewat apa yang mereka bisa lakukan, walau hanya bisa dalam artian lewat ceritaan, manusia memang senang dibohongi kawan, dan akulah si pembohong itu. Kau lihatlah dengan matamu sendiri, bukankah para pelacur itu memang senang dipandangi dengan pandangan penuh nafsu? Mereka dianggap ada ketika ada seseorang yang memandang mereka dengan pandangan penuh nafsu, walau memang dibarengi dengan perasaan harap harap cemas, karena tak semua orang yang datang ke tempat seperti ini punya uang untuk berseks, seperti kita! Hahaha… kau masih ingat dengan siapa aku berbicara waktu aku menceritakan tentang kehidupan, prinsip dan segala macam tetek bengek mengenai kebahagiaan? Yah, tentu saja kau ingat, aku berbicara dengan mereka yang dahulu kita berdua panggil dengan sebutan kawan, namun mereka menjauh karena melihat hidup kita yang selalu penuh dengan tawa dan menjalani hari hari seperti seorang pemalas, dan dimalam harinya kita bergelut kesah dengan minuman. Sedangkan mereka, kuliah mereka hanya 4 tahun, selesai kuliah mereka kerja di perusahaan, mendapatkan istri yang mereka boyong dari kampung halaman mereka sendiri, dan sekarang lihat dandanan necis mereka, rambut klimis, kendaraan yang dibeli dengan uang orang tua, rumah dan segala macam perabotan rumah tangga pun dibeli dengan uang orang tua mereka, handphone yang bermerk agar mereka bisa nampak trendi dan up to date. Mungkin kita yang hanya begini begini saja, kau pelukis dan aku penulis yang tak tentu masa depannya, kadang aku launching buku baru, dan kau pameran, namun belum tentu juga ada yang membeli karya kita, tak seperti mereka kawan, mereka hanya duduk santai di kantor yang ada AC-nya dari jam 8 pagi hingga 5 sore, sesekali mereka mengutak atik tumpukan kertas di meja mereka dan pula duduk berlama lamaan memandang computer yang entahlah mereka sedang mengetik apa... maaf kawan, aku melantur, mungkin efek minumannya sudah kelewatan, hahaha…”
“Apa kau tak sadar tengah menghakimi kehidupan mereka?”
“Apa aku sedang sadar sekarang? Setelah 3 botol mansion dan 5 botol anggur kolesom?”
“ah kau ini, memangnya kita minum bersama sudah berapa lama? Masak hanya sebegitu kau sudah lupa membedakan antara kewarasan dan kegilaan, dari tadi kau sudah berbicara panjang lebar mengenai kehidupan mereka seolah kau tahu persis kehidupan mereka, kau berbicara mengenai kebahagiaan hidup mereka, lantas bagaimana kalau ternyata mereka hidup seperti itu namun bahagia? Karena memang kebahagiaan kadang subjektif, kau senang dengan kata kata, dan aku senang dengan coretan. Aduh kau mengingatkanku akan masa kuliah kita dulu kala, kita berdua selesai hampir 7 tahun! Padahal kawan kawan kita semuanya sudah selesai duluan, adik kelas kita duluan, dan kita hanya tahu bersenang senang saja, haha…”
“tapi apa sekarang hidupmu tidak bahagia?”
“dengan hidup sendiri seperti ini? Mana ada wanita yang ingin hidup dengan seorang pelukis yang tidak jelas seperti aku ini! Haha…”
“sudahlah jangan merendah diri, kudengar kau lagi dekat dengan wanita nyentrik yang bekerja sebagai fotografer itu, dan sudah berapa kali aku melihat kau dengan sepeda bututmu sedang jalan jalan bersama wanita itu! Siapa namanya?”
“ah, aku jadi malu… hahaha…”
Selesai… (Roman Absurd)
Di Teater Tangga, 26 January 2012, 05:21am
No comments:
Post a Comment