Rasa...
Mereka seperti lumeran coklat yang tengah meleleh perlahan membasahi
adonan kue bolu, bau manisnya merebak membuat tiap orang seketika terlena dan
imajinasi mereka melayang akan nikmatnya. Terka menerka mengenai rasa,
melenakan serta mengenakkan, membuat raga seolah terhenti tuk bergerak, pikiran
stuk ditempat yang tak jelas, dan mulut mungkin akan sedikit menganga karena
tak tahu hendak mengatakan apa. Namun sudah selayaknya mereka lebih enak
dinikmati lewat pandangan ketimbang mencoba untuk melahapnya seketika, karena
pandangan akan menyimpan mereka erat dalam ingatan, dan mulut hanya membuat
mereka hilang dan rusak hancur lebur serta kandas dalam lambung. Dari mata
turun ke hati seperti kata pepatah, dan dari hati takkan mau pergi.
Mereka seperti burung cantik yang tengah terbang dengan gemulai di atas
langit, menari narikan sayapnya ditegah alunan merdu suara angin, melambai
lambaikan sayapnya pada awan tinggi seolah menggoda dapat menyentuhnya dengan
mudah. Siapa pun akan terpesona, belum lagi ketika mereka mulai berkicau,
menenangkan pikiran tiap siapa yang mendengar, memancing mulut untuk ikut
menirukan, dan perasaan dengan sendirinya tersihir untuk kagum dan takjub walau
tanpa disadari terlebih dahulu. Tapi lihat jika keindahan mereka dikekang dalam
sangkar, membuat mereka seolah terpaksa untuk berkicau, memudarkan kesan
kepakan indah sayap mereka ketika terbang, dan meluluh lantakkan citra mereka
sebagai sebuah keindahan. Seperti kata pepatah bahwa keindahan bukan untuk
dimiliki, namun untuk dijaga agar keindahannya tetap abadi.
Mereka seperti degradasi warna langit yang hanya nampak dari atas puncak
gunung ketika matahari perlahan merebak cahayanya ke permukaan bumi di pagi
hari, cahaya keperakan membawa hangat yang melebur buih sekat awan, memantulkan
ribuan warna warni yang tak mampu diurai dengan kata kata, tak mampu dicerna
lewat logika, pula hanya bisa dirasakan oleh sepasang mata satu orang saja.
Hanya rasa penuh lena, takjub mata menguak keindahan, tak dapat disentuh atau
pun dimiliki, mungkin hanya mampu direkam oleh ingatan, disimpan rapat dalam
kotak spesial dalam hati. Ketika semua telah berakhir, matahari telah menetap
diatas singgasana langit, hangat menjulur perlahan membungkus raga, keindahan
lainnya pun terhampar di depan mata, hijau pohon, kelabu batu gunung, cokelat
tanah, dan ribuan warna lainnya dihidangkan seolah menjadi pengganti sarapan
pagi. Cerita ini mengingatkan pada pepatah yang mengatakan semua hal takkan
pernah menjadi nyata dan hanya akan menjadi bualan jika tak dilihat langsung
oleh mata, tak dirasakan langsung oleh pikiran dan perasaan.
Mereka seperti debur ombak di pinggir pantai, membisik telinga tentang
berbagai cerita dari daratan seberang, menggelitik sukma ketika desiran ombak
merembes di pasir pinggir pantai, merentankan pikiran serta perasaan ketika
gelombang besarnya menghantam kokohnya karang. Hingga rumput, nyiur, dan
ilalang pun hanya bisa mengangguk ketika mereka menyapa. Membuat para pemandang
hanyut terbawa arus angan angan, melambungkan mimpi dan cita cita, seakan
menyadarkan diri bahwa dunia begitu luas, masih ada begitu banyak cerita di
ujung laut sana. Seperti nenek moyang kita dahulu kala, mereka mengarungi
mereka dengan kapal kayu tanpa ada rasa takut sedikit pun, tekad mereka seperti
baja yang di tempa dari besi yang jatuh ke bumi lewat perantara komet. Seperti
pepatah hidup mereka, sekali layar mengembang maka pantang raga pulang haluan,
meski rangka kapal hanya tinggal layar.
Bagaimana dengan rasa yang ada didalam sana, didalam dada yang memekar
ketika senang, melayu ketika bersedih, tak mampu ditebak pula tak ingin
ditaklukan dengan mudah. Mereka mengendalikan raga seolah mereka adalah tuan,
memekik ketakutan ketika ada keraguan, menyombong diri ketika ada pengetahuan,
tapi siapalah diri jika ternyata mengetahui serta mengendalikan rasa pun tak
bisa, hendak membunuhnya malah hanyut dalam penyesalan tanpa henti. Menangislah
kau sekarang dimakan sepi, dasar bodoh karena memilih menjadi seorang
penyendiri.
29 June 2012, 12
59, West Ringroad Yogyakarta
No comments:
Post a Comment