Sayalah wanita yang diceritakan dalam cerita ini, sebuah cerita yang sebenarnya saya sendiri tak tahu mengapa si penulis menceritakan saya di dalamnya. Namun memang benar kalau saya ini mencitai hujan, entah dimana dan bagaimana si penulis tahu hal itu. Saya mencintai hujan sama halnya seperti pohon mencintai dedaunan atau seperti laut mencintai ombak. Mungkin sebagian orang bilang kalau saya ini aneh atau apalah, tapi bukannya mencintai sesuatu atau seseorang kadang terkesan aneh?
Cerita ini di mulai ketika saya yang sebenarnya ada diantara kebohongan atau cuma sekedar khayalan si penulis atau mungkin karena benar benar ada namun jauh dari jangkauan, maksud saya si penulis terinspirasi dari seseorang yang bukan siapa siapanya, kenal pun tidak, namun karena tulisan atau kesan dari si wanita (mungkin saya sendiri atau mungkin bukan tak tahulah) dimana ketika menceritakan tentang hujan beserta bulir per bulir yang jatuh dari langit membasahi bumi dengan penuh kelembutan dan kasih sayang membuat si penulis terkesima hingga jadilah cerita ini. Memang sulit untuk mengajak si penulis berdialog atau bercerita tentang siapakah wanita yang mencintai hujan ini sebenarnya, namanya siapa, tinggalnya dimana, dan apa alasan logis hingga wanita ini mencitai hujan sedemikian rupa.
Mendung sore mulai datang, seperti biasa di musim hujan biasanya datang pada sore hari, ketika burung burung dara pulang kekandang, petani di sawah sudah pulang ke rumah, dan para manusia yang berkeliaran di jalan dan di pasar pasar pergi berteduh dari siraman hujan yang sebenarnya sudah diketahui akan datang tiap sore hari, sekarang kan musim hujan. Mulailah wanita ini mencari tempat sepi yang tak ada satupun orang yang ada disana, walau hujan menghalang namun langkah penuh senyum wanita ini tetap saja tak berhenti walau selangkah. Sebenarnya bisa saja wanita ini mengurung diri sendiri dalam kamar untuk menikmati saat penuh harmoni kisah antara wanita ini dengan si hujan, namun itu tak dilakukannya, dia tak ingin menikmati saat saat bersama (walau dengan hujan dan bukan dengan seseorang). Perlahan hujan menetes pelan, seolah tengah mendengar aba aba dari komandan yang mengatur baris berbaris armada hujan, kloter pertama pun turun dengan rintik per rintik.
Sebelum kloter kedua turun yang dimana biasanya berseturut dengan adanya kilat menyambar dan seperdetik kemudian guntur pun ikut mengumandang, hujan pun turun seperti serangan membabi buta bangsa Anglo Saxon ketika menyerang benteng pertahanan William si Penakluk yang waktu ini hendak menguasai daratan Britania. Wanita ini sudah mendapatkan tempat berteduh dan dimulailah cerita mereka berdua, cerita tentang tukar cerita antara manusia dan hujan. Bukan cerita tentang curahan hati yang tengah dirundung duka atau tangisan keluh kesah karena bosan dan jenuh menghadapi hidup yang begitu begitu saja. Cerita mereka, maksud saya cerita tentang wanita pecinta hujan dengan hujan itu sendiri berupa kisah cinta yang diharapkan suatu saat salah satu dari rintik hujan akan menjadi seorang pangeran layaknya cerita Putri Tidur yang menunggu pangeran tampan yang datang mengecup pipinya dan kemudian terbangun dan menjalani hidup bersama pangeran dengan penuh kebahagiaan hingga akhir hayat. Ini cerita memang tak jauh dari sekedar dongengan belaka jika anda yang membaca tak percaya pada mimpi dan cita cita. Semua manusia itu diciptakan memiliki daya khayal atau imajinasi yang luar biasa luasnya, juga kemampuan mewujudkan mimpi dan cita cita dan si penulis atau pun si wanita ini tahu kalau hanya Sang Pencipta yang tahu batasnya, dan manusia tentunya dengan kehendak Sang Pencipta pun bisa mewujudkan daya khayal yang sebelumnya hanya berupa angan namun menjadi kenyataan, siapa yang tahu kehendak Sang Pencipta?
Hujan menebar siraman penuh kasihnya kesegala penjuru arah, kemana mata memandang hanya ada genangan air dan segala macam hal yang basah, terkena basah oleh zat pembawa kehidupan bernama hujan. Wanita ini jika dilihat sesaat nampak sedang melamun, tatapannya tak berpaling dari memandang hujan, semakin deras hujan turun dan menggedor genteng maka semakin hanyut wanita ini dalam cerita yang hanya mereka berdua tahu dan rasakan. Mata wanita ini terpaku pada jatuh hujan yang teratur, sebentar dalam hati wanita ini bertanya “apa ini tanda bahwa hidup manusia memang telah ada yang mengatur?”, ada yang jatuh pada dedaunan diranting pohon, ada yang menerpa kaca tepat dimana wanita ini sedang bercengkrama dalam diam dengan hujan, ada pula yang menghujam jatuh ke tanah dan berbaur dengan genangan air yang telah terbentuk di seluruh halaman warung cokelat tempat wanita ini duduk dan melamun, maksud saya melamun jika menurut pandangan orang lain yang melihat apa yang sedang dilakukan oleh wanita ini. “Lantas jika ada yang mengatur mengapa masih saja ada yang jatuh di tempat lain, mengapa hujan ini tak jatuh hanya di genteng saja atau mengapa jatuhnya sekalian langsung ke tiap genangan air yang ada di halam saja, ah atau mungkin hujan jatuh memang ada yang mengatur, sama seperti manusia ada yang mengatur kelahiran, kadang lahir, kadang pula tak jadi lahir, namun setelah hujan diatur agar turun jatuh ke bumi, setelah itu hujan menentukan lewat pilihan hendak jatuh dimana. Sama seperti manusia ketika telah lahir ke bumi, dan belajar lewat pendidikan, lingkungan dan orang tua kemudian mereka lepas ke kehidupan sendiri dan menentukan takdir mereka sendiri hendak menjadi apa nantinya…”.
Hujan semakin deras saja menerpa, tatapan si wanita ini masih saja terpaku mengamati dengan takjub rintik per rintik hujan yang jatuh berbarengan ke bumi, walau memang tak tampak lewat pandangan mata orang yang melihat wanita ini, toh ini cerita bukan tentang orang yang melihat wanita ini, tapi cerita tentang wanita ini yang mencintai hujan.
Ada cerita yang telah lama berlalu, mungkin hampir setahun yang lalu, ketika wanita ini sempat memutuskan memilih untuk membagi rasa cintanya pada hujan kepada seorang lelaki yang secara tidak langsung dia senangi karena lelaki ini mengingatkan dia pada pemeran utama pria dalam filem favoritnya yakni “Before Sunset” dan “Before Sunrise”, dimana singkat cerita didalam filem tersebut menceritakan tentang seorang lelaki dan wanita yang sama sama tidak saling kenal dan baru bertemu namun sudah saling terpikat dikarenakan satu hal yang mereka sukai satu sama lain yakni bercerita, jadi untuk orang yang membaca tulisan ini namun tidak senang menonton filem yang isinya hanya dialog atau ceritaan maka diharapkan tidak usah menonton file mini karena pasti terasa mengantukkan. Kembali ke cerita wanita pecinta hujan, wanita ini menyukai hampir tiap ceritaan dari si lelaki, dan lelaki ini pun juga merespon dengan menyukai ceritaan dari wanita ini, namun saya sebagai penulis dan mungkin beberapa dari kalian yang membaca tulisan ini akan merasa bahwa begitu gampangnya wanita ini di bodohi oleh bualan dari lelaki dimana lelaki kan memang senangnya membodohi wanita dengan kebohongan dan anehnya wanita juga ternyata senang dibodohi dengan kebohongan. Dan selang ketika wanita pecinta hujan ini memutuskan untuk mengakhiri cerita ‘cinta’ mereka, dari situ wanita ini kemudian dengan berat hati menerima bahwa memang benar jika lelaki itu hebat dalam berbohong dan wanita juga tak kalah hebat gampang dibohongi.
Harap para pembaca tidak membawa ke hati segala macam hal yang menyangkut masalah pribadi para pembaca yang dengan sembrono telah diceritakan oleh si penulis didalam cerita mengenai wanita pecinta hujan ini, maksud saya sebagai penulis meminta maaf kalau anda yang membaca adalah wanita bukan berarti gampang di bodohi lelaki lewat kebohongan, begitu juga dengan lelaki yang membaca tulisan ini jangan sangka bahwa saya memvonis bahwa anda juga pembohong sama halnya seperti lelaki yang sempat mengarungi bahtera ‘cinta’ sesaat dengan lelaki yang diceritakan di cerita ini. Ini hanya cerita tentang wanita yang mencitai hujan dengan hujan itu sendiri yang ditulis oleh saya yang bukan siapa siapanya hujan atau wanita si pecinta hujan.
Bagian I cerita wanita pecinta hujan selesai…
Kantin Kampus, 1 November 2011, 17:13
No comments:
Post a Comment