Si penggembala kambing itu sudah mulai menggiring para kumpulan bebek yang konon karena sejarah warnanya kuning, kau giring bebek bebek kuning itu menuju alam kampung halamanmu, dimana kampung halamanmu itu tak ada satu pun daun yang berwarna hijau di tiap pepohonan yang telah mati entah karena apa. Pula tak ada satu pun bunga disana apalagi mengharapkan akan adanya taman yang penuh bebungaan, semuanya hanya nampak kegelapan disana sini di kampung halamanmu itu wahai si penggembala kambing yang berwajah muram. Hingga kududa dan mungkin serupa dengan dengan prasangka jikalau di kampung halamanmu itu suram seperti itu di karenakan kebencian terhadap sesama penghuni kampung.
Manusia barok, dimana dia kawanmu dan juga kawan baikku. Kau coba ajak dia tuk menuju kesana ke kampung halamanmu, namun di tolak oleh si manusia barok itu dan ujung dari cerita kau si penggembala kambing mengibarkan bendera entah apa warna dan gambarnya tak jelas, sebagai tanda jikalau kau telah menebar kebencian pada kawan baikku si manusia barok.
Manusia barok kawanku, berjalan kemana pun arah angin segar berhembus, bukan ke tempatmu yang ada hanyalah angin buritan. Dia manusia barok kawanku adalah seorang pecinta mimpi dan kau si penggembala kambing adalah pembenci mimpi. Kawanku itu pecinta mimpi sama halnya dengan diriku dan akan selalu begitu hingga ajal nantinya akan datang menjemput.
Aku selalu heran padamu wahai si penggembala kambing, mengapa otakmu seperti otak cacing tanah? Atau malah mungkin lebih kecil dari cacing tanah. Dan anehnya setelah kutanyakan hal ini padamu wahai si penggembala kambing, kau malah bangga akan hal itu sembari tertawa seperti burung gagak yang sedang kegirangan mendapatkan bangkai. Itulah mungkin yang membuatmu tak mau ambil pusing dengan pentingnya arti mimpi untuk masa depan.
Kebecinmu wahai penggembala kambing hitam dengan janggot yang panjang lancip serta merta sepasang tanduk runcing tajam pula ekor panjang yang tajam di bokongmu. Kebencianmu membuat segala macam hal yang tengah berada di genggamanmu atau pun ikut mengikut di belakangmu serupa gerombolan bebek kuning itu akan dengan khidmatnya mengikuti kesenanganmu dalam membenci, membenci segala macam hal yang ada di dekat mereka. Ku selalu bertanya bingung, mengapa semua orang yang ada didekatmu selalu membenci tanpa perlu mencari tanya tentang sebab? Sebab hingga layak tuk dibenci, sebab untuk mengapa mereka dibenci, sebab dan lain lain, dan tentunya sangat membingungkan dan bodohnya dirimu dan para pengikutmu wahai si penggembala kambing.
Ah si penggembala kambing dari antah beranta, dari kampung halamanmu yang penuh dengan kebencian dan keburukan tanpa alasan. Disana tak ada warna warni indah kehidupan, dan mengapa pula banyak yang ingin mendengarkan dan berjalan mengikut dibelakangmu? Karena mungkin otak mereka yang ikut itu serupa denganmu, lebih kecil dari otak cacing tanah.
Akhir cerita adalah aku. Aku yang dulunya kawanmu namun bukan pengikutmu, dan kuharap sekarang masih seperti itu. Mengapa pula sekarang kau benci diriku tanpa sebab? Apa ada yang tak beres dari diriku terhadapmu hey si penggembala kambing?
Apa musti kutanyakan padamu 'mengapa kau benci diriku?'
The End - Kantin Pojok, 15 June 2010
No comments:
Post a Comment